Bagi orang yang tidak cakap
bermain bola seperti aku, wawasan sepakbolaku mungkin membuat orang mengernyitkan
dahi. Pasalnya, aku mengetahui hingga detil-detil kecil informasi seputar
olahraga paling masyhur ini. Dari yang mendasar seperti nama pemain, pelatih,
warna kebesaran tim, kota tempat domisili, hingga perkara-perkara rumit seperti
sejarah klub, rekor pemain, latar belakang pemain, serta sedikit tentang
strategi permainan. Bagiku, memelototi dinamika persepakbolaan adalah refreshing
activity yang punya kenikmatan tersendiri, setara dengan main game, nonton
film atau ngupil bagi orang yang hobi demikian, hehe.
Terlebih lagi, sepakbola
memberiku lebih dari sekedar kesenangan. Dari memelototinya saja, aku bisa
merasakan timbal balik positif. Dari sana aku mengadaptasi ruh kompetisi, belajar
memahami proses menuju keberhasilan, serta menemukan pentingnya kekuatan
mental. Sepakbola bagiku lebih dari tertawa senang ketika Real Madrid menang
atau tertunduk sayu saat Timnas Garuda lagi-lagi menelan kekalahan.
Sepakbola –menurutku- adalah
ajang yang belum tersentuh kepentingan politik sehingga perhelatannya masih
sehat. Dalam arena sepakbola, kita masih bisa melihat tim-tim yang tak
diunggulkan bisa membungkam para jawara. Contoh paling dekat adalah ketika
beberapa hari yang lalu Arsenal dikalahkan oleh Bradford. Di atas kertas, sepertinya mustahil bagi
Bradford bahkan untuk mencetak gol ke gawang Wojciech
Szczesny. Tapi, dalam sepakbola dikenal istilah “bola itu bundar”.
Artinya, segala kemungkinan bisa terjadi.
Sepakbola –lagi-lagi menurutku-
sudah menjelma menjadi cermin kecil kompleksitas hidup. Di sana ada banyak drama,
konflik, trik-intrik, dan alur yang tak selamanya bisa ditebak. Dari sana kita
bisa menelaah bagaimana menjadi juara. Diantaranya diperlukan persiapan, kerja
keras, kerjasama, kreatifitas, kecerdasan, kekuatan mental dan yang paling
penting, keberuntungan. Pentas yang menyuguhkan miniatur lakon hidup seperti
itu bagiku layak mendapatkan porsi perhatian yang lumayan.
Dari kompetisi sepakbola yang
terus bergulir, ada kalanya aku mendapatkan pelajaran yang amat sangat baik
diterapkan dalam kehidupan. Contohnya, musim lalu, di awal musim Chelsea
terseok-seok di liga Inggris, dikalahkan Napoli 3-1 di leg pertama perempatfinal
liga Champion (hampir mustahil untuk lolos) lalu memecat pelatih. Siapa yang
menyangka di akhir musim mereka mendapatkan dua gelar –piala Liga dan Champion
Eropa-?
Dari kisah Chelsea di atas, aku mendapaati sebuah pelajaran
yang sepertinya sangat pas digambarkan oleh Winston Churchill dengan
kata-katanya: “Success
is not final, failure is not fatal: it is the courage to continue that counts.”
Ya, kemenangan bukanlah pamungkas, dan
kekelahan hari ini bukanlah akhir
dunia, masih ada kesempatan lain di hari esok.
Kisah di atas
hanya satu diantara banyak pelajaran yang kupaksakan untuk dimengerti lalu dijadikan
motivasi dalam hidup. Karena tersebarnya pelajaran-pelajaran penting semacam
inilah mencermati sepakbola –bagiku- bukan sekedar buang-buang waktu. Entah,
mungkin demikian pula eksotisnya bermain boneka dan merangkai bunga-bunga. Aku
tak tahu.
Real Madrid, tim jawara pujaanku.