Ramadhan telah datang, kita
berhak bahagia. Tapi kebahagiaan seperti apakah?
Allah SWT berfirman dalam sebuah
hadis qudsi: “orang yang berpuasa memiliki dua kebahagiaan; kebahagiaan ketika
berbuka, dan kebahagiaan ketika bertemu Tuhannya.”
Kegembiraan ada banyak macamnya. Ada
kebahagiaan paripurna, laiknya seseorang menjadi riang karena memperoleh pencapaian
jerih payahnya. Tetapi ada pula kebahagiaan yang berupa semangat, seperti yang mengalir
sejuk dalam sanubari olahragawan yang siap tanding, atau prajurit yang hendak
berperang. Kebahagiaan yang lebih berupa kuncup-kuncup harapan untuk meraih
kejayaan.
Seorang prajurit tak boleh
menghadapi pertarungan hidup mati dengan ketakutan yang murung, yang demikian
akan membahayakan nyawanya. Ia mesti menyongsongnya dengan keberanian yang
berbinar-binar, semangat yang riang. Hanya dengan begitu ia dapat meyakinkan
dirinya sendiri bahwa di balik pergulatan hebat itu, kemenangan yang berharga
menunggunya.
Demikian pula orang yang berpuasa.
Ia tak boleh menjalaninya dengan semangat orang kalah, sekedar menahan lapar
dan haus sembari mengutuk jam yang terasa amat lambat, atau mengakali waktu
dengan mendengkur sepanjang hari. Yang demikian barangkali termasuk golongan
orang yang tak mendapat apa-apa dari puasanya kecuali lapar dan haus.
Orang yang berpuasa sepatutnya
menempuhnya dengan semangat prajurit sejati, selalu mendorong diri untuk
melakukan yang terbaik. Bukan hanya perkara lahir seperti membaca al-Qur’an
beberapa lembar lebih banyak, shalat sunnah beberapa rekaat lebih sering, atau
mengucap zikir beberapa menit lebih sering. Tetapi juga melatih diri untuk
menahan amarah lebih kuat, memaafkan salah lebih ikhlas, juga merelakan diri
untuk berderma lebih banyak dari biasanya.
Demikian karena balasan Allah
kepada manusia yang berpuasa adalah perkara hadiah yang tidak diraih
sesederhana menahan godaan fisik, tetapi juga butuh pengerahan batin – imanan
wa ihtisaban.
Lalu, karena keriangan orang
berpuasa bukan atas sesuatu yang telah
usai –kebahagiaan paripurna orang berpuasa adalah ketika bertemu Tuhannya, tak perlu
melakukan perayaan berlebihan saat berbuka –makan dan minum yang harus lebih
banyak dan lebih mahal dari biasanya- selain mengganti gizi yang dibutuhkan
untuk menjalankan ibadah selanjutnya. Kebahagiaan yang berupa semangat tak
membutuhkan selebrasi, ia adalah spirit untuk menjalani segala sesuatu dengan
lebih hidup.
0 komentar:
Posting Komentar