Ujian kali ini, seperti yang sudah-sudah, masalah lama kembali
datang. Selain rasa bosan yang harus disiasati, bagiku pribadi ada
masalah yang tak kalah berat, pesimisme. Ketika kebosanan bisa
diminimalisir dengan mengatur jadwal belajar dan berusaha keras
menepatinya, pesimisme tak bisa hilang begitu saja. Pesimisme butuh
solusi yang lebih dari sekedar patuh pada jadwal.
Ia
datang berkali-kali. Kita sudah berhasil mengusirnya di awal masa
belajar, saat kita lebih memilih untuk mencoba menaklukkan pelajaran
walaupun opini yang beredar mengenai pelajaran itu menakutkan, “ini
pelajaran sulit”. Yang lebih menyebalkan adalah ketika ia datang lagi di
masa-masa akhir belajar, saat mata kita sudah perih membaca setiap
baris paragraf, kala kepala kita terasa mau pecah karena dipaksa
memahami teori-teori sulit, waktu kita merasa telah mencurahkan seluruh
kemampuan terbaik kita. Di saat demikian adalah memuakkan bila pesimisme
tiba-tiba datang, dan dengan seenak hatinya membisikkan suara-suara tak
mengenakkan.
“Kamu ngapain dari tadi, ko pelajarannya nggak ada yang nyantol. Kalau saya tanya halaman sekian, kamu pasti sudah lupa.”
“Sudahlah, ujian tinggal sebentar lagi. Materinya masih banyak, nggak mungkin kamu bisa selesaikan.”
Dan yang paling aku benci adalah suara ini,
“Mustahil kamu bisa menjawab ujian, kamu bahkan tidak memahami apa yang kamu baca.”
Huft,
ketika itu semuanya seperti sia-sia. Usaha kita melawan rasa kantuk dan
lapar, susah payah kita mengatur jadwal harian demi memberi belajar
porsi lebih, jerih payah kita mengorbankan tenaga, pikiran dan bahkan
melawan kegalauan demi belajar. Adakah semua itu hanya akan terbang
percuma seperti abu?
Kita selayaknya bersyukur karena
jawaban untuk pertanyaan diatas adalah “tidak”. Terlepas dari
bagaimanapun hasil ujian nanti, semua usaha kita akan terbayar. Di kanan
kita ada malaikat yang akan mencatat setiap tetes peluh yang terjatuh
dalam menuntut ilmu, setiap detik yang kita habiskan dengan melawan rasa
bosan, dan bahkan setiap nafas yang kita hembuskan saat berusaha
berpikir. Seluruhnya diganjar dengan catatan positif yang barangkali
nanti menjadi sangat fundamental. Bisa saja ganjaran-ganjaran atas
pekerjaan kecil itulah yang membuat kebaikan kita lebih berat dari
lautan dosa-dosa kita. Kita tidak pernah tahu. Untuk itu, selayaknya
kita selalu menanamkan dalam diri kita bahwa semua usaha ini bertujuan
utama menggapai ridha Allah semata, agar tak ada yang sia-sia dari usaha
kita.
Lagipula, sudah sepatutnya pula kita menutup
telinga terhadap suara-suara pesimistis itu. Karena faktanya, dari
sejarah perjalanan hidup kita, kita selalu berhasil melewati semua
rintangan jika sudah berusaha mempersiapkan diri. Meski seringkali kita
tidak pernah terlalu yakin dengan semua persiapan itu. Pada akhirnya,
Tuhan selalu memberikan pertolongan, tak tahu darimana jalannya. Dia
–Yang Maha Besar- selalu menyelamatkan kita dengan cara yang tak
terduga-duga. Dia - Yang Maha Kuasa- selalu menunjukkan bahwa kuasa-Nya
lebih dari semua spekulasi ketidakmungkinan-ketidakmungkinan otak kita.
Atas
semua itu, kita harus terus berusaha walau berat, terus berjalan meski
lambat, terus melangkah meski tertatih. Karena berhenti sama sekali
tidak membuat semuanya lebih baik. Kita harus terus berusaha meskipun
keraguan mengerumuni kita, meskipun satu-satunya keyakinan yang tersisa
di hati kita hanyalah, bahwa Tuhan akan membalas semuanya.
مَن يَتَّقِ اللَّهَ يَجْعَل لَّهُ مَخْرَجًا وَيَرْزُقْهُ مِنْ حَيْثُ لَا يَحْتَسِبُ وَمَن يَتَوَكَّلْ عَلَى
اللَّهِ فَهُوَ حَسْبُهُ إِنَّ اللَّهَ بَالِغُ أَمْرِه
0 komentar:
Posting Komentar