Ujian termin kedua tahun ini
akhirnya selesai juga, meskipun lagi-lagi aku harus mengernyitkan kening tanda ketidakpuasan.
Dari semua ujian akademis yang telah ku lalui selama di bumi Kinanah ini, belum
ada yang aku akhiri dengan perasaan lega. Selalu saja ada perasaan bersalah
karena gagal menjawab soal-soal dengan tamam. Setiap pelajaran senantiasa
menyisakan satu-dua-tiga soal yang membuat scanner otakku loading
lumayan lama, mencari ada tidaknya jawaban soal yang terpampang dari folder-folder
file kepalaku. Naasnya, seringkali
hasil scanning itu menunjukkan kata ”nihil”. Ujungnya, strategi tanjim
andalanku di masa lalu terpaksa kupraktekkan juga. Yah, daripada
membiarkan lembar jawaban kosong. Sebenarnya aku sangat meragukan efektifitas
strategi itu di sini. Karena faktanya, it does not work well here.
Mengenai tanjim, aku
pernah punya memori indah. Dulu, aku pernah sukses dengan cara itu ketika menghadapi
ujian akhir kelas 6 KMI. Dengan
persiapan hanya 10% (sepuluh persen ini hanya berupa hasil membaca sebelum muraja’ah),
mau tidak mau aku harus explore what is inside out untuk menjawab pertanyaan
ujian waktu itu. Aku terpaksa menambal sedikit penguasaan materi dengan banyak beranalisa,
bahasa kerennya ‘ngarang’, haha. Untungnya, waktu itu pekerjaan semacam ini
masih diberi ruang. Aku lulus dengan predikat mumtaz meskipun jawabannya
kebanyakan berupa spekulasi. Yah, karena itu juga aku selalu menganggap
mumtazku kala itu adalah sebuah spekulasi, sangat mungkin kemurah hatian
beberapa pihak berperan di dalamnya. However, I’ve passed and thanks for
those people.
Dari kejadian itu, juga dengan
memperhatikan faktor-faktor lain, aku menyimpulkan bahwa karakter otakku adalah
imajinalisatoris, sebuah varian baru hasil keturunan ke sekian species
imajinatoris dengan tambahan gen analisa, haha. Mungkin karena karakter
tersebut, aku adalah penghafal yang buruk. Untuk bisa menghafal dengan
sempurna, aku harus bersuara, bahkan sampai berteriak. Tanpa itu semuanya tak
akan terbekas di otak. Menghafal bagiku adalah sangat menguras otak dan fisik. Celakanya,
di sini anda dihadapkan dengan banyak sekali menghafal. Alhasil, ujian kemarin
aku harus setengah mati mencari solusi bagaimana mendamaikan clash
antara misi menghafal pelajaran dengan menjaga kondisi fisik yang sering ngedrop
akibat kelelahan. Terkadang aku iri melihat beberapa kawan yang bisa menghapal
dengan sangat cepat, hanya dengan membaca beberapa kali mereka sudah hapal di
luar kepala.
Anyway, aku tak perlu
merisaukan rumput tetangga yang selalu lebih hijau. Meskipun untuk mengalahkan
para penghafal cepat adalah sangat sulit, setidaknya aku bisa menyelamatkan
diriku sendiri (semoga selalu demikian). Selebihnya, aku tak perlu terlalu
memikirkan strata akademis. Mengapa demikian? Karena ternyata, dunia ini tak
sesederhana sekaligus tak serumit nilai akademis. Tak ada jaminan pasti bahwa
nilai akademis akan selalu berbanding lurus dengan keberhasilan hidup kita.
Kita harus bersyukur karena kenyataan itu.
Ada satu kisah nyata tentang
masalah ini. Adalah Bill Gates yang pernah bertutur. Dia bercerita bahwa
teman-teman kuliahnya adalah orang-orang jenius. Mereka selalu mendapatkan
nilai A untuk mata kuliah yang terkadang Bill Gates harus mengulanginya. Kini,
teman-teman Bill Gates itu menjadi orang-orang sukses. Mereka bekerja di
perusahaan komputer terbesar di dunia. Namun, ada “humor” Tuhan yang lucu di
sini, pemilik perusahaan itu adalah Bill Gates sendiri. :D
Dari “humor” Tuhan di atas aku
banyak terhibur sekaligus termotivasi. Sehingga tak terlalu merisaukan nilai
akademis. Yang perlu kita lakukan sekarang hanyalah menikmati hidup ini. Sing
like no one listen, dance like no one wacth. Dalam kasusku, aku hanya perlu
menikmati saat-saat belajar dengan caraku. Tersenyum menikmati keringnya
kerongkongan usai teriak-teriak. Menikmati kebingungan mencari solusi meredakan
ketegangan otak saat kepala mulai cenat-cenut. Menikmati rasa syukur karena
naik tingkat meski dengan nilai pas-pasan. Tentunya, dengan satu keyakinan yang
tak pernah aku lepaskan, bahwa suatu saat aku akan menjadi pemain dari adegan
humor Tuhan yang lain.
0 komentar:
Posting Komentar