Seri Perjalanan di Tanah Suci
Sebenarnya saya ingin menulis
banyak hal tentang pengalaman ziarah ke tanah suci kemarin. Ada pelbagai cerita
yang menarik diceritakan, setidaknya menurut saya yang baru pertama kali
berkunjung ke sana. Namun, karena handphone saya tidak memiliki fasilitas
internet (kata teman-teman ini adalah senter berhadiah hp), walhasil saya hanya
menulis catatan-catatan kecil saja dalam buku tulis yang saya bawa. Oh iya, di
tanah suci, sangat jarang terdapat warnet. Kalau pun ada, harga sewanya lumayan
mahal (5 riyal/jam, setara dengan 10 le Mesir). Barangkali penyebabnya juga
karena prosesi ibadah haji sendiri yang cukup melelahkan.
Salah satu perihal yang paling
mengagetkan saya adalah masalah bea hidup. Sebagai peziarah dengan kantong
pas-pasan, standar kehidupan dan perputaran uang di Saudi (terutama Mekah)
adalah masalah buat saya. Bagaimana tidak terkejut, uang 100 dolar yang sengaja
saya persiapkan untuk segala keperluan selama di Saudi, habis hanya dalam waktu
seminggu. Sejak itu, saya lantas berpikir dua kali sebelum mengeluarkan uang.
Aspek yang paling menyedot dana
adalah transportasi. Di Saudi transportasi sangat mudah, Anda tidak perlu
menunggu mobil khusus angkutan untuk berpergian ke mana-mana. Di sana, setiap
mobil yang lewat adalah taksi. Anda dapat menghentikannya kapan saja.
Masalahnya adalah ongkos yang dibebankan terlalu mencekik leher. Untuk
perjalanan jarak pendek saja, Anda harus membayar minimal 10 riyal (20 Le
Mesir, 30 ribu rupiah). Rata-rata perjalanan kami (saya dan teman-teman)
ditempuh dengan biaya 30 riyal sekali jalan.
Tak ada patokan harga pasti
karena mobil-mobil tersebut tidak menggunakan argometer. Mereka mengajukan
harga, calon penumpang menawar. Bila tercapai kata sepakat, penumpang dapat
menaiki kendaraan. Jika tidak, pemilik mobil langsung ngacir tanpa peduli.
Karena tak ada patokan, pemilik
mobil jadi seenaknya saja memberi tarif. Ongkos jadi sangat fluktuatif sesuai
situasi dan kondisi. Dalam keadaan-keadaan penting (misalnya menjelang dan
seusai shalat, malam menjelang mabit, selepas melontar jumrah), saat Jemaah
banyak membutuhkan angkutan, ongkos transportasi jadi gila-gilaan. Saya pernah
memilih jalan dua jam dari Mina ke penginapan kami di kawasan Utaibiyah karena
saat itu rata-rata mobil angkutan meminta tarif 100 riyal menuju Masjidil
Haram. Mungkin saya perlu ingatkan, 100 riyal itu setara dengan 200 Le atau 300
ribu rupiah.
Karena harga yang gila-gilaan,
setelah beberapa hari tinggal di sana dan mengenal wilayah, saya –dan sebagian
besar teman-teman- memilih untuk ke mana-mana on feet. Lumayan hemat
untuk para peziarah miskin seperti saya.
Sebenarnya, menurut keterangan
kawan yang berdomisili di Saudi, ongkos transportasi di sana pada hari-hari
biasa tidak semahal saat haji. Biasanya taksi hanya mematok harga kurang lebih
10 riyal untuk jarak sedang. Untuk jarak dekat bahkan bisa diperoleh dengan
hanya 2 riyal. Meskipun tarif tersebut masih mahal jika dibandingkan dengan
ongkos angkutan di Kairo.
Oh, iya, saya tidak dalam rangka
mengutuki bea transport Saudi yang selangit. Sekedar mengabarkan saja kepada
teman-teman yang saya doakan akan sesegera mungkin mengunjungi tanah suci.
Intinya, persiapkan segalanya. Jika Anda adalah orang yang sedikit bermasalah
dengan bea-bea tersebut, banyak-banyaklah berolahraga menjelang keberangkatan.
Saya sarankan untuk jalan kaki satu atau dua jam per hari setiap pagi. Tapi
jika Anda bersiap dengan tuntutan finansial sebesar itu, ya silakan saja. Toh,
semua yang kita infakkan dalam haji akan diganti berlipat ganda oleh Allah SWT
nanti.
0 komentar:
Posting Komentar