Orang Indonesia, kata Andries
Teeuw, gemar sekali membentuk akronim. Sejarah kita menegaskan itu.
Jargon-jargon seperti nasakom, pelita, orba, dll, menunjukkan kebiasaan orang
Indonesia menerapkan piranti bahasa yang unik ini.
Barangkali budaya itu juga yang
membuat saya suka mengutak-atik nama. Kadang saya membedah kata-kata,
memperlakukannya sebagai akronim, untuk memberikan makna baru yang independen
dan sama sekali berbeda pada setiap suku katanya.
Karena alasan itu dan lain yang
bersifat pribadi, saya mengutak-atik nama sendiri. Biasanya seseorang yang
beranjak dewasa kerap memberi dirinya nama baru menggantikan nama pemberian
orang tua. Ada yang benar-benar menepikan nama lama dan lebih suka dipanggil
dengan sebutan baru. Contohnya Umar, yang lebih suka dipanggil Vradtar. Ada
yang bertahan dengan nama lama tetapi mengusahakan pemaknaan baru, seperti
mengutak-atik nama lama dengan penyelewengan bunyi, misal Lukman menjadi Lukem,
atau permainan akronim seperti teman saya Faiq Aziz yang antusias
memperkenalkan diri sebagai Fazaz, dlsb.
Fenomena ini wajar nama adalah
ekspresi paling sederhana dari faktisitas. Kita tidak bisa memilih akan dinamakan
apa. Karena itu, sebagai makhluk yang eksistensialis, manusia kemudian
membentuk identitas baru, mencari nama yang dinilai lebih mengekspresikan
sisi-sisi unik dari dirinya.
Tapi sebenarnya saya sedang ingin
membicarakan nama blog saya, blog yang sedang saya pertimbangkan untuk
diganti nama menjadi poetrasophia.blogspot.com, atau dikebumikan saja selamanya.
Bagian pertama dari nama itu,
poetra, adalah potongan dari nama belakang. Saya sengaja menulisnya dengan
ejaan lama (u ditulis dengan oe) untuk mewadahi kata yang “gw banget” dalam
bahasa Inggris, poet (bermakna pujangga), menjadi bagian dari akronim yang
menamai blog saya.
Pelajar atau yang pernah membaca
tentang filsafat tentu familiar dengan bagian kedua akronim itu, sophia. Itu adalah
bagian kedua dari frase(atau akronim?) philosophia, istilah filsafat dalam
bahasa aslinya, Yunani. Sophia bermakna kearifan.
Maka, akronim itu bermakna
kearifan milik pujangga, atau kearifan puitis. Barangkali secara semantis,
akronim itu tidak absah karena berasal dari dua bahasa yang berbeda. Tapi di
dunia pasca modern seperti saat ini, ketika infiltrasi bahasa asing dan
aktifitas pengaruh-mempengaruhi antar bahasa tak dapat dihindari, perkawinan
antar bahasa lumrah terjadi. Kita melihat banyak sekali penyelewengan kaidah-kaidah tradisional di internet. Muncul gaya bahasa baru yang sangat mengedepankan efisiensi, dan karena itu bahasa alay muncul. Pasalnya, faktor kecepatan kini menjadi pertimbangan utama dalam dunia informasi.
Jadi, terima saja ya akronim aneh itu dengan lapang dada, hehe.
0 komentar:
Posting Komentar