Jika ada hal menarik lain di
dunia ini selain cinta, adalah sepakbola. Andrea Hirata
Barangkali lantaran hari-hari
ujian yang membuat kepala cenat-cenut, badan panas dingin, dan tidur tidak
nyenyak telah lewat. Barangkali karena piala dunia yang di Brasil sendiri
menyebabkan rumah-rumah kaum papa digusur segera dimulai. Barangkali sebab Real
Madrid baru saja mendapatkan La Decima, saya ingin menulis tentang sepakbola.
Tak semua orang suka sepakbola,
seperti tak semua orang yang gemar komentar tentang bola bisa bermain bola. Pernah
seorang teman saya terang-terangan gerah, heran, mungkin juga geli melihat
polah suporter sepakbola yang –menurutnya- berlebihan. Dia bilang, kecuali
Ronaldo adalah orang Indonesia, tak ada alasan logis untuk meluapkan euforia
atas kesuksesannya. Juga tak ada tempat untuk keriangan-keriangan sepakbola
yang lain.
Saya, sebagai pemerhati bola yang
tidak bisa main bola, tertawa saja. Bagi saya, manfaat sepakbola justru karena
ia memberi keriangan cuma-cuma bagi mereka yang di alam nyata terlalu sering
dikecewakan dunia. Ia adalah ruang leluasa dimana siapa saja boleh membangun
fantasinya. Misalnya, saya membangun dunia subyektif dimana menjadi Madridista
adalah segalanya, dan hal-ihwal yang berhubungan dengan Barcelona –sebagus
apapun tiki-taka dan tito-tata mereka- adalah seluruhnya perkara cela.
Perihal semacam itu sah-sah saja
dalam sepakbola tapi Anda sama sekali tak boleh melakukannya dalam dunia nyata,
kecuali Anda adalah orang berpikiran sempit. Ia setaraf dengan nonton film
korea, bermain musik, dlsb. Maka, menghukumi sepakbola sebagai sesuatu yang
terlalu serius justru menyalahi hakikat sepakbola sendiri. Bersama sepakbola,
kita dapat melupakan dengan hati ringan perkara-perkara nyata yang berlebihan,
untuk kemudian kembali bijaksana.
Bagi saya, ada alasan lain
menggemari sepakbola. Ia adalah panggung yang menayangkan dinamika kehidupan
manusia seutuhnya, dalam skala yang diperkecil tentunya dan dengan label
ketidakseriusan tadi. Melalui sepakbola kita bisa menyerap seni menjalani hidup
di sela-sela tawa. Di dalamnya terdapat pelajaran-pelajaran yang barangkali
sama persis dengan yang Anda temukan dalam pelajaran etika.
Dari sana saya mencerna perkara-perkara
yang mungkin terlihat remeh, tapi bagi saya punya peran penting dalam upaya
memaknai hidup yang semakin hari semakin berat. Anda tentu akan takjub jika
tahu kisah hidup Ronaldo, kisah seorang anak miskin dari pulau tengah laut
berjarak ribuan kilometer dari Portugal yang akhirnya menjadi bintang. Tentang
kekuatan hati Messi yang dulu dianggap cebol, Ronaldo yang logatnya medok
menurut orang-orang Lisboa, atau Ribery yang harus menahan malu atas ejekan
codet di mukanya. “Luka ini membuat saya lebih kuat menjalani hidup,” kata
Ribery.
Dari sepakbola pula, Anda dapat
menyaksikan pelajaran moral penting yang barangkali ditayangkan secara lebih
lambat dalam hidup yang sebenarnya. Misalnya tentang kegigihan. Anda dapat
bayangkan bagaimana proses Ronaldo mendapatkan Ballon d’or kedua tahun ini –dan
kemungkinan besar ketiga tahun depan- setelah menjalani empat tahun yang sulit.
Atau Sergio Ramos yang tahun ini boleh berpuas diri setelah menjalani hari-hari
menjadi pesakitan –tendangan penaltinya dijadikan guyonan sarkas-. Di alam
nyata, pelajaran tentang kegigihan macam ini barangkali hanya akan Anda pahami
setelah melewati puluhan tahun, atau bahkan seumur hidup.
Contoh lain tentang pentingnya
bersikap dengan tepat. Piala dunia ini, Descamps tidak membawa Nasri padahal ia
tahun ini bermain hebat di City. Saya lantas membaca komentar Mancini tentang
Nasri yang seolah membenarkan putusan Descamps, “Dia tidak mengerti bahwa
setiap saat kita dituntut memberikan yang terbaik, termasuk soal sikap.”
Perkara macam ini juga, di kehidupan sebenarnya, bisa jadi hanya dimengerti
ketika kita telah merasakan asam garam kehidupan yang cukup. Tapi sepakbola
menyajikannya dengan instans, ia macam panggung mini kehidupan.
Ada banyak perkara lain yang
menurut saya bisa berserakan dalam pentas sepakbola. Pentingnya menguasai
detil, manajemen personal, komunikasi intrapersonal, dll. Semua itu dapat anda
cerna sembari menikmati denyut adrenalin yang dipermainkan pertandingan.
Mungkin juga ketegangan yang menyenangkan seperti dua final terakhir Real
Madrid. Orang bilang hal terakhir sering ditemukan dalam cinta. Barangkali itu
juga yang dimaksud Andrea Hirata.
0 komentar:
Posting Komentar