RSS
Semua orang hidup dalam tempurung, dan semua menganggap itulah alam semesta.

Minggu, 08 Agustus 2010

Ana muslim, anta muslim, nahnu kulluna muslim

“Ah ente anak baru”, stereotip yang menurutku terdengar sinis itu kembali terucap. Kalimat yang menegaskan hegemoni senior atas junior. Sejauh ini sih ok-ok aja, sejauh tidak memasung kreatifitas dan kekebasan saya dalam berfikir dan berbuat. Saya sepenuhnya sadar bahwa sebagai anak baru saya harus belajar banyak dari yang lebih tua (lebih dulu datang tepatnya), dan menaruh respek kepada mereka tentunya, so far it’s alright.
Namun saya pribadi hanya miris melihat pergolakan yang terjadi di masisir. Dari ghibah-ghibah yang terjadi di belakang saya menangkap aroma kebencian antar kelompok yang menurut saya sudah melampaui batas kewajaran. Dari penjelajahan di dunia maya (baca facebook), saya semakin mengerti bahwa bara-bara pertikaian itu hanya menanti saat untuk disulut. Perang dingin via dunia maya inipun semakin mengusik ketenangan saya. Jangan sampai perang dingin ini bertambah parah seperti perang dunia maya dua negara serumpun yang seiman pula: Indonesia dan Malaysia yang sudah saling hina bahkan mengkafirkan golongan lain. Islam yang konon rahmatan lilalamin ternyata terpecah-belah menjadi banyak kelompok. Begitupula disini, di bumi dimana para pelajar merantau jauh untuk tafaqquh fiddin.
Sedikit menilik sejarah, banyak dari perpecahan kelompok itu berasal dari kasus politik meskipun aspek theologis tak bisa dipisahkan. Munculnya firqoh syiah, khawarij, murjiah, yang notabenenya adalah madzhab kalamiyah ( filsafat ketuhanan dalam islam) ternyata tak jauh dari kasus perebutan kekuasaan. Wah, jangan sampai perbedaan metode dan sudut pandang diantara kelompok-kelompok itu hanya bermula dari akal-akalan orang yang sekedar ingin berkuasa. Ini hanya hipotesa saya, semoga kenyataannya tidak seburuk itu.
Masalah politik memang selalu pelik, sudah banyak bukti tentang jatuhnya wibawa ulama ketika mereka terjun ke dunia politik. Dan karena masisir yang status sebenarnya adalah pelajar memiliki dinamika organisasi yang sangat baik (efek dari longgarnya peraturan kuliah), praktisnya mereka tergiring pada politik praktis yang tentunya memiliki sisi buruk.
Saat-saat seperti ini peran media dibutuhkan. Bukan sebagai provokator yang memanaskan keadaan dengan headline kontroversial karena ingin laku, namun sebagai mediator dan pemberi kejelasan tentang apa yang sebenarnya menjadi fakta, dalam hal ini seharusnya tidak ada yang ditutup-tutupi. Dan tentu saja kerelaan dari masing-masing pihak untuk duduk bersama dalam forum dan menyelesaikan perkara dalam musyawarah, seperti kata orang mesir kalau lagi lobi ana muslim, anta muslim, nahnu kulluna muslim. Dalam bahasanya Obama: the interests we share as human beings are far more powerful than the forces that drive us apart. Ya, kepentingan yang kita miliki ( sebagai sesama muslim) jauh lebih kuat daripada perbedaan yang memisahkan kita. Kalau terus-terusan main belakang, fitnah akan semakin bertebaran.
Ini sekedar usul dari anak baru. Kalau ada baiknya, ya undzur ma qola wala tandzur man qola. Kalaupun bukan solusi, ya maalays lah! Mungkin senior-senior yang sudah punya hafalan quran lebih banyak plus tambahan muqorornya lebih tahu solusi dari masalah ini. Wallahu a’lam bisshowab!