RSS
Semua orang hidup dalam tempurung, dan semua menganggap itulah alam semesta.

Kamis, 31 Maret 2011

Mesir Undercover (Part 1)

The Story Behind My Subliminal Campus

Pagi itu aku kembali bolos kuliah, aku tertarik dengan ajakan temanku untuk jalan-jalan. Belakangan, aku memang lebih banyak menghabiskan waktuku diluar kampus. Bahkan semenjak revolusi mereda dan kuliah dibuka kembali secara resmi, baru dua kali aku menginjakkan kaki di kampus (semoga aku segera) yang kucintai. Itupun baru masuk kelas sekali, dengan membawa buku yang salah pula. Lengkap sudah kemalasan seorang Kurniawan Saputra.

So then, a big question mark occurs, what is the title concerning about?

Mungkin aku kurang bersukur karena menyia-nyiakan kesempatan kuliah yang amat mahal harganya. Harga dengan konotasi sebenarnya maupun makna majas. Banyak orang orang pintar dan kaya yang tidak diberi kesempatan mengecap pengalaman masa muda berharga ini. Dan yang membuatku sedih, beberapa temanku mengalami nasib naas ini. namun aku hanya bisa bersimpati, tak bisa berbuat lebih.

Namun semua itu tak bisa mengubah opiniku bahwa kuliah (masuk kelas) di Al Azhar adalah membosankan, tidak efektif, dan membuang-buang waktu.

Dahulu aku memang sudah sering mendengarkan selentingan-selentingan miring seperti ini sebelum terbang ke negeri seribu menara ini. Aku sudah tahu bahwa banyak mahasiswa Indonesia yang rosib karena ketidakteraturan regulasi kampus. Namun aku tak pedulikan hal itu, bagiku kata luar negri terdengar terlalu indah untuk dilewatkan begitu saja. Ketika itu aku berpikir apapun yang akan terjadi dengan kuliahku, pengalaman untuk melanglang buana akan jauh lebih berharga. Tidak sepenuhnya salah memang pendapatku, namun tidak bisa dibenarkan untuk orang orang yang benar-benar ingin masuk kuliah.

Sedikit informasi bagi yang membutuhkan, kuliah di Al Azhartan ada absensi kehadiran, jadi anda bisa masuk atau tidak sesuka perut anda, atau lebih tepatnya sesuka mata anda (masalah utama mahasiswa Indonesia dengan mengesampingkan factor-faktor lain adalah factor perbedaan waktu dan suasana Mesir yang ternyata begitu kondusif bagi para pemimpi dalam arti sebenarnya).

Cuaca dingin winter saya jamin akan menggoyahkan semangat keluar rumah anda. Jaket tebal, slayer, rompi, jas, sarung tangan, kaos kaki, penutup kepala adalah perlangkapan yang akan membantu anda mellindungi badan dari hawa dingin yang menusuk di satu sisi, namun sekaligus menimbulkan dilema. Semua itu akan setidaknya membuat pergerakan anda tidak sebebas biasanya. Bedak, lipstick dan minyak yang harus dioleskan ke bagian-bagian kulit terbuka untuk mencegah peradangan menimbulkan keribetan lainnya. Apalagi untuk para laki-laki yang tak mau ribet, dan saya adalah salah satunya.

Musim panas memang menghilangkan kasus diatas. Tetapi datang dengan masalah baru yang tak kurang kompleks. Jam malam yang pendek tentunya sangat mengganggu waktu tidur anda. Di puncak musim panas, adzan isya baru berkumandang pukul 21.30 malam. Beberapa keperluan harian akan mengantarkan anda pada pukul 12.00 tanpa terasa. Dan dengan sedikit obrolan pasca santap malam selepas menunaikan shalat, tanpa sadar jarum jam sudah menunjukkan pukul 02.00 dini hari. Dan jika anda tidur pada jam segitu, saya kira saya tak perlu menjelaskan pukul berapakah anda akan bangun pagi. Jikapun anda bangun pagi untuk menunaikan shalat shubuh berjamaah di masjid terdekat. Anda akan kebingungan hendak melakukan aktifitas apa setelahnya, karena rata-rata toko-toko (juga rumah-rumah) orang mesir baru buka pukul 09.00 waktu setempat. Kembali menggelar kasur adalah alternatif paling realistis. Saya tidak menutup kemungkinan adanya kreasi segelintir orang orang gigih yang menghafal Qur’an, membaca buku, atau hal-hal positif lainnya. Namun kata segelintir tentu sudah membuat anda mengerti berapa jumlah kepala yang keukeuh seperti demikian. Dan lagi yang tentu anda tahu, mayoritas adalah lingkungan yang sulit anda lawan. Sekaligus habit yang sukar anda ubah. Mungkin dalam Kristen kasus seperti ini mampu membuat bapa mengirimkan anaknya untuk mati demi memutus lingkaran setan. Karena yang saya tahu dari mereka, tuhan memiliki kemungkinan untuk pusing dengan konsekuensi titahnya sendiri.

Transportasi menjadi poin saya selanjutnya. Saya tidak tahu apakah setelah revolusi putih 25 januari kemarin yang sukses melengserkan diktator tua dari kursi empuknya akan memperbaiki lancarnya transportasi. Tanpa melihat sisi optimism maupun pesimismenya, saya memiliki firasat buruk bahwa buruknya transportasi di Mesir adalah cerminan sifat mereka yang original sekaligus susah diatur. Tanpa rambu-rambu, pengatur jalannya lalu lintas adalah polisi amatir jebolan wajib militer bermuka culun punya. Mobil penyok hampir menjadi identitas karena gemarnya para pengemudi Qibthy bersenggolan di jalanan. Kemacetanpun sering terjadi akibat kekonyolan berbumbu ketololan para supir yang berdebat serius panjang lebar akibat saling senggol body mobil tadi di tengah lalu lintas yang sedang berjalan. Robbuna yaghfir! Aku hanya bisa mendoakan agar ini tak termasuk dosa besar mereka karena ini bisa bermakna Qoth’utthariq, haha.

Mengerucut ke armada pengantar mahasiswa ke kampus, kasus baru muncul. Hanya ada sekitar tiga nomor bus yang beroperasi dari kawasan luber orang Indonesia, Al hay al Asyir, ke arah Darrosah, distrik dimana kampus kuno Al Azhar bertempat. Hanya ada bus nomor 353, 65 plat kuning, dan yang paling umum adalah bus angka 80 bercoret. Selain tiga itu anda bisa mencari rute baru dengan berpindah pindah bus yang tentunya mengakibatkan ongkos lebih membengkak dan waktu perjalanan yang relatif lebih lama.

Bus-bus tersebut diatas hanya datang pada waktunya. Kembali bergantung pada nasib memang, tapi rata-rata setengah jam sekali baru nongol. Itupun dengan penumpang yang sudah berjibun melebihi kapasitas. Satu bus 80 coret yang idealnya diisi 40-50 orang biasanya dijejali 60-70an manusia. Akibatnya anda ibarat berada dalam kerumunan orang yang sedang menyaksikan konser musik atau antri mengambil dana BLT, berdiri dan berhimpitan. Saya jamin tak ada yang merasa nyaman berada di dalam bus jika sudah begini. Ditambah fakta bahwa orang-orang mesir memiliki postur tubuh yang relative gemuk dan tambun. Otomatis keringat akan keluar lebih intens dari tubuh-tubuh demikian. Bayangkan bagaimana ‘harum’ nya membuai hidung anda.

Mari kita beranjak ke kelas. Oh iya, penggunaan kata kelas untuk ruangan Al Azhar sepertinya tidak tepat. Lebih cocok aula bagi saya karena memuat banyak orang. Bisa menampung sampai 2000 orang. Lebih besar dari tribun stadion kecil di Indonesia, PSSI memang payah (lho?). Haha, saya hanya ingin menjelaskan betapa ruangan belajar tidak lagi cocok dinamakan kelas sekaligus mengekspresikan kekecewaan saya atas amburadulnya prestasi dan manajemen sepakbola Indonesia karena saya adalah orang Indonesia yang menggemari ‘nonton’ sepakbola.

Dengan ruangan belajar seperti itu, efektifitas proses belajar mengajarpun sudah barang tentu sangat minim. Perhatian dosen harus terbagi ke500an mahasiswa (minimal yang hadir) sehingga pemahaman anda tentang pelajaran lebih sering luput dari tanggung jawab dosen. Ditambah kebiasaan para dosen yang lebih memilih menerangkan dengan bahasa arab gaul musy wadhih mereka, jam masuk kelas bagi saya adalah sebuah penyia-nyiaan waktu yang nyata. Sedikit tambahan informasi, bahasa gaul Mesir amat jauh dari kaidah bahasa arab formal yang kalau saya boleh sombong sudah saya kuasai. Rumus bahasa mereka adalah kesederhanaan gramatikal dengan kerumitan vokal. Klop sekali dengan karakter mereka yang sederhana namun berperilaku kompleks, haha. Bahasa menunjukkan karakter suatu bangsa, begitu kata pepatah.

Inilah fakta yang saya coba utarakan sejujurnya, camkan baik-baik sebelum anda memutuskan terbang kesini dan menyesal kemudian. Namun anda juga perlu tahu bahwa semua hal bisa dilihat dari sisi yang berlawanan, ulasan saya adalah negatifnya. Lagipula bagi saya, all the nuisances means nothing to me.

Rabu, 23 Maret 2011

Revolusi yang Lucu



Perseteruan politik memang tidak hanya ditemukan di Mesir, namun humor yang mereka ciptakan menimbulkan keunikan tersendiri.

Mesir identik dengan Damm Khafif, sebuah guyonan ringan yang membuat kita bisa melewati masa-masa sulit. Revolusi pemuda 25 januari menjadi bukti teraktual. Kalau anda tidak percaya, silakan ketik #whymubarakislate atau #themanbehindomarsuleiman di kolom serach situs microblogging twitter, akan ditemukan banyak lelucon, kreativitas, dan guyonan unik yang mengemuka dan masuk ranah politik.

Orang-orang semakin menyadari selera humor mesir yang tak ada bandingannya saat pemberontakan 18 hari muncul, dan saat-saat setelahnya. Dari benda-benda yang melambangkan perlawanan model lama seperti simbol, slogan, gambar, grafity, lagu, dan humor humor kuno mesir sampai media teknologi kontemporer seperti tweets, SMS, note facebook, video, status facebook, dan obrolan Blackberry, kejenakawan orang-orang mesir menyebar ke seluruh dunia. Karenanya, orang mesir boleh berbangga - sekaligus malu – karena kekonyolan mereka yang membuat media melabeli beberapa kejadian dengan “Hanya ditemukan di Mesir”. Tentu saja, karena mengundang selera tawa.

A Past's Glance, It inspires, perhaps!

Lucu. Begitu kesan terkuat yang muncul ketika aku mengobrak abrik kembali buku agendaku. Lembaran demi lembaran seolah menjadi cermin akan diriku yang dulu. Kurniawan Saputra 2 tahun yang lalu. Tepat setelah menjadi alumni serta hari hari berikutnya.

“Buku kamu ko penuh gini?” guman temanku beberapa tahun yang lalu. Ketika ia (sengaja atau tidak) membolak-balik halaman demi halaman buku agendaku. Ya, buku
tulisku memang penuh.

Minggu, 20 Maret 2011

Trimurti dan Rekonstruksi Sistem Pendidikan Nasional

Trimurti dan Rekonstruksi Sistem Pendidikan Nasional
Oleh: Kurniawan Dwi Saputra / PA II
A. Menilik sistem pendidikan nasional
Kalau kita jeli dalam memperhatikan sistem pendidikan di tanah air, kita akan menemukan banyak fenomena janggal. Hal itu dikarenakan sistem pendidikan kita saat ini adalah produk rekayasa barat, untuk membuat kita terus berkutat dalam lubang kebodohan. Sehingga mereka bisa terus melangsungkan ekploitasi sumber daya alam yang kita miliki. Dikotomi ilmu (dalam hal ini barat memisahkan agama dari ilmu pengetahuan ilmu pengetahuan), penstrataan tingkatan sekolah (dalam SD, SLTP, SLTA), merupakan contoh ternyata dari usaha barat yang bisa dibilang sukses besar sampai saat ini.