RSS
Semua orang hidup dalam tempurung, dan semua menganggap itulah alam semesta.

Minggu, 12 Juni 2011

Fight !

Soal fasilitas, apalagi yang kurang. Kiriman lancar tiap bulan, nominalnyapun terbilang besar dibandingkan dengan kepunyaan rata-rata teman teman. Namun bagaimanapun, rupiah tetap tidak bisa membeli hal hal abstrak seperti semangat.

Kalau alibinya masalah, tidak bisa dibenarkan, semua orang punya problematika masing masing. Dengan tingkat kepelikan yang relatif, berbanding terbalik dengan kebijaksanaan menyikapinya.

Everybody’s hurt, you are not alone

Semua analisaku sampai pada konklusi bahwa tidak ada toleransi untuk kemalasanku kali ini, tidak juga setelah ini. Well, namun yang namanya kemalasan tak jua mau pergi dari pribadi payah ini.

Seharusnya aku malu pada teman teman yang jauh lebih tidak beruntung dariku. Dengan semua keterbatasan mereka, mereka selalu punya semangat untuk bertahan dalam kerasnya hidup. Mereka selalu bergerak, they refuse to let their journey end.

Satu contoh, teman baikku. Dia harus “istirahat” dari bangku kuliah karena lebih mementingkan sekolah adiknya. Aku pakai istilah istirahat untuk menghaluskan saja, karena sebenarnya sudah meninggalkan bangku kuliah dan hingga kini tidak yakin bagaimana kembali lagi, meskipun keinginan untuk kembali mengenyam suasana kuliah masih tetap tak berkurang sedikitpun.

Satu tahun perjalanannya setelah putus kuliah begitu miris. Sempat tersesat di pedalaman papua, bekerja di lingkungan yang sama sekali berbeda dari habitatnya. Berulang kali ia bercerita tentang majikannya yang atheis, juga bagaimana ia sembunyi sembunyi shalat. Mau pulang, ongkos kapal saja 800 ribu, baru bisa terbayar jika menabung uang gaji dan dengan amat berhemat tentunya. Itupun pulangnya jika badai tidak melanda laut.

Usai dari papua, lama aku tak mendengar kabar. Akhirnya ku tahu kalau kini ia sudah menemukan tempat kerja yang lebih baik, tapi tetap tidak dekat, jauh disana, Maluku. Setidaknya, dia bisa shalat dengan tenang disana. Dan lagi, dia membuka kursus bahasa arab setiap sore setelah usai bekerja. Paginya sebelum masuk kerja, dia menjadi loper koran. Luar biasa bukan.

Semua itu dilakukannya bukan sekedar demi lembaran lembaran rupiah. Tapi demi sesuatu yang jauh lebih bernilai, hidup yang berhiaskan mimpi-mimpi dan cita cita yang beterbaran pesona. Lebih lagi, untuk memberi tempat pada semangat, kerja keras, dan keyakinan untuk berbicara. Disaat orang-orang kebanyakan tertipu dengan gemerlapnya orientasi hasil. Dia adalah orang yang setara mulianya dengan para pejuang yang bertempur melawan penjajah. Dia begitu yakin dengan kebenaran firman Allah;

Laa taqnatu min rahmatillah

Ya, jangan pernah putus asa dengan rahmat Allah.

Well, karena aku punya teman yang dengan keterbatasannya selalu menolak untuk menyerah. Aku harus berjanji pada diriku untuk berjuang lebih keras.

Well then, let's fight !