RSS
Semua orang hidup dalam tempurung, dan semua menganggap itulah alam semesta.

Senin, 26 Desember 2011

Pahlawan Tangkas, Buku pertamaku



“Minggir! Awas, kena bola!” Kemudian sisa-sisa pecinta bulu tangkis pun benar-benar minggir, benar-benar ke pinggir sampai di rel kereta api dan bermain di sana. Untuk selanjutnya berlari tunggang langgang menyelamatkan diri jika datang sang pemilik jalan, kereta api. Tanpa sempat menyelamatkan kok yang jatuh di tengah rel, dan mendapatinya sudah hancur ketika kereta sudah berlalu. Tak ada salahnya bermain bola, namun kita harus tetap menghargai bulu tangkis. Mempertahankan kejayaannya. Jangan sampai kita seperti layaknya pepatah: mengharapkan hujan turun, air di tempayan ditumpahkan.

Bagi yang berminat, ini link situs untuk pemesanan
http://www.leutikaprio.com/produk/10041/novel/1112384/pahlawan_tangkas/11102490/kurniawan_saputra

Rabu, 14 Desember 2011

Menyebarkan Kebaikan

“ Kamu masih menulis kan?” tanya seorang teman.



Haha, tentu saja, menulis adalah caraku untuk hidup selain makan dan minum, batinku. Entah kenapa semenjak aku sering menulis aku merasa semakin hari menjadi semakin baik. Alhamdulillah untuk ini dan terimakasih untuk orang-orang yang membantu. Dari tulisanku aku menemukan orang-orang yang memiliki semangat yang sama maka aku merasa satu perjuangan dan tidak sendiri di dunia ini. Aku juga mendapatkan suplai semangat tambahan dari komentar-komentar mereka yang inspiratif. Dari menulis aku merasa berharga dan hidup.



Sungguh, manusia tidak selalu bisa menjadi baik. Dan tidak selamanya bisa memotivasi dirinya sendiri. Ada kalanya sisi buruknya lebih dominan. Sehingga, adalah kewajiban kita sebagai manusia untuk saling mengingatkan yang lainnya bila lalai.



Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian, Kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan saling nasehat menasehati supaya mentaati kebenaran dan saling nasehat menasehati supaya menetapi kesabaran ( Al Ashr 1-4)



Dalam ayat diatas disebutkan bahwa kita harus saling nasehat menasehati dalam kebaikan.



Manusia memiliki nurani yang secara naluriah dari Tuhan selalu baik. Sehingga setiap orang dari kita, seburuk apapun, pasti memiliki sisi baik. Kebaikan tersebut bermacam-macam. Beragam bentuk di setiap orang. Di sisi lain, manusia juga punya hawa nafsu yang selalu membisikkan kejahatan di setiap detak nadi. Karenanya pula manusia, sebaik apapun, mempunyai sisi buruk dan bentuknyapun berbeda dalam satu manusia dengan manusia yang lain. Percampuran antara kebaikan dan keburukan itulah yang membentuk pribadi seseorang. Dan pertarungan sisi baik dan buruk itu yang menyebabkan ketidakonsistenan pikiran, emosi, dan tindakan kita.



Allah swt berfirman dalam Al Qur’an yang artinya;



Kalian adalah sebaik-baik umat yang di lahirkan bagi manusia, kalian menyuruh (berbuat) kepada kebaikan dan mencegah kemungkaran dan kalian beriman kepada Allah.” (ali imran: 110)



Karenanya, aku ingin selalu menulis. Mengungkapkan apa adanya diriku. Baik buruknya, semuanya. Agar dipetik manfaatnya bila baik, sekaligus agar diingatkan dan diperbaiki bila salah. Banyak dari kita yang terlalu takut untuk itu. Kita memiliki kebaikan namun menyimpannya untuk diri sendiri, membiarkan orang lain bekerja keras menemukan cara berhasilnya sendiri. Padahal, bukankah dengan saling berbagi kita akan lebih mudah menuju keberhasilan yang sama.

Semua orang punya cerita keberhasilan. Semua orang punya karakter unik. Mengapa tidak kita eksplorasi hal itu? Bukankah manfaatnya akan lebih besar bila diketahui lebih banyak orang, diteladani kemudian ditiru. Bukankah kita akan mendapatkan amal jariyah dari perbuatan baik yang kita tanam?



Ada yang berpendapat bahwa mengabarkan yang baik-baik dari diri sendiri adalah riya, benih kecil syirik yang dosanya tak terampuni. Mungkin paradigma ini yang membuat banyak orang lebih memilih diam atau berkata;



“ Ah, ana ga bisa apa-apa ko.” Ketika ditanya rahasia keberhasilannya. Bukankah akan lebih baik bila jawabannya adalah;



“ Allah memerintahkan kita untuk bekerja keras, istiqomah, dengan lebih dahulu memperbaiki niat.”



Hati kita adalah sepenuhnya milikNya, Allahlah yang lebih tahu apa yang kita niatkan dan terbersit di hati kita. Maka berbagi kebaikan tak selamanya mengarah kepada riya, karena Allah swt juga berfirman yang artinya;



Dan terhadap nikmat Tuhanmu maka hendaklah kamu menyebut-nyebutnya ( Ad Dhuha 11)



Untuk itu, marilah kita mempercerdas niat demi manfaat yang lebih besar.

Galau

Begitulah cinta, deritanya tiada akhir.



Kali ini aku tidak sedang menyitir quote-quote orang hebat. Kalimat diatas hanya kalimat yang sering diucapkan oleh Pat Kay, kakak kedua dari rombongan para pencari kitab suci ke barat, dalam cerita masyhur legenda agama Budha. Kemungkinan edisi filmnya sudah mendapatkan ‘intervensi’ penulis skenario atau sutradara sehingga kalimat diatas hadir begitu sering.



Well guys, im gonna talk about love. Are you interested in?



Sering aku mendengarkan cerita cinta teman-temanku, dalam hal ini mereka yang bermain hati di luar nikah. Entah itu pacaran, TTM, hubungan tanpa status, LDR ( kalau kata raditya dika Long D*** Reduction), dan status status tak resmi lainnya.



Kebanyakan (sebenarnya aku ingin menulis semuanya) cerita itu berakhir sad ending. Bahkan prosesnyapun rumit, berbelit, melelahkan, penuh lika-liku. Ko kayak jalan ya? Hehe. Memilukan, menyedihkan, mengenaskan, dan yang paling pasti, penuh kegalauan. Anyway, aku cuma ingin bilang kalau hubungan seperti itu lebih banyak sisi negatifnya.



“ Kalau melihat kegalauan mereka yang berpacaran, rasanya aku bersyukur menjadi jomblo.” Komentar seorang jombloer melihat nasib mereka, orang orang yang mengatasnamakan pejuang cinta, yang ibarat orang sekarat, hidup segan mati tak mau.



Im not saint, aku tak sedang menghakimi mereka yang terjebak dalam labirin perasaan. Aku juga pernah merasakan peliknya polemik hati. Beberapa kali aku dikecewakan orang. Ketika mengalami hal tersebut, aku merasa aku adalah orang paling menderita di dunia ini. And life seems like has no justice anymore. But, tak usah terlalu mendramatisir, everybody’s hurt. Ada kalanya hal-hal demikian terjadi tanpa ada niatan dari masing-masing pihak untuk menyakiti. Akupun yakin ada kalanya aku atau sikapku menyakiti hati orang lain, meskipun aku mungkin tak sadar melakukan hal itu.



Namun, setelah beberapa kali mengalami demikian, juga dengan melihat pengalaman teman-teman. Marilah kita kembali pada logika agama dalam hal ini. Islam, sebagai agama rahmatan lil’alamin sudah memberikan jawaban atas setiap persoalan dunia. Dan jawaban islam untuk kasus ini adalah menikah.



Wahai para pemuda, siapa di antara kalian yang mampu menikah maka nikahlah, karena ia lebih dapat membuatmu menahan pandangan dan memelihara kemaluan. Barangsiapa tidak mampu menikah maka berpuasalah, karena hal itu baginya adalah pelemah syahwat.´(HR. Bukhari dan Muslim)



Yang aku simpulkan bahwa memang apa yang ditawarkan islam untuk hubungan pria-wanita adalah bentuk terbaik. Memang tak selayaknya kedua belah pihak berhubungan dengan nama apapun di luar ikatan resmi, yaitu menikah. Diluar nikah, seseorang melampiaskan perasaannya dalam batasan yang abu-abu, tidak jelas. Batasan itu terkadang tanpa disadari mereka langgar karena keterikatan batin. Bersamaan dengan berjalannya waktu, keterkaitan perasaan dan saling ketergantungan itu semakin dalam hingga membuat batasan batasan tadi semakin hari semakin samar dan tak berarti. Dan ketika batasan batasan itu dilanggar, kita sudah masuk dalam muqaddimah zina, salah satu dosa besar. Naudzubillah min dzalik.



Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya Allah menetapkan untuk anak adam bagiannya dari zina, yang pasti akan mengenainya. Zina mata adalah dengan memandang, zina lisan adalah dengan berbicara, sedangkan jiwa berkeinginan dan berangan-angan, lalu farji (kemaluan) yang akan membenarkan atau mendustakannya.” (HR. Bukhari & Muslim).



Pacaran atau apapun itu yang merupakan hubungan saling bertautnya hati dalam ikatan tak resmi hanyalah pelampiasan nafsu dari ketidakmampuan seseorang untuk bertanggungjawab atas cintanya. Karena jika kita sudah mampu, seharusnyalah menikah. Namun bila belum mampu, berpuasa akan menjadi pelindung terbaik. Serta jagalah pergaulan kita dengan tidak membiarkan kita jatuh kedalam keterkaitan perasaan yang akan selalu dalam.