RSS
Semua orang hidup dalam tempurung, dan semua menganggap itulah alam semesta.

Jumat, 22 Juni 2012

Menikmati Belajar


Ujian termin kedua tahun ini akhirnya selesai juga, meskipun lagi-lagi aku harus mengernyitkan kening tanda ketidakpuasan. Dari semua ujian akademis yang telah ku lalui selama di bumi Kinanah ini, belum ada yang aku akhiri dengan perasaan lega. Selalu saja ada perasaan bersalah karena gagal menjawab soal-soal dengan tamam. Setiap pelajaran senantiasa menyisakan satu-dua-tiga soal yang membuat scanner otakku loading lumayan lama, mencari ada tidaknya jawaban soal yang terpampang dari folder-folder file kepalaku.  Naasnya, seringkali hasil scanning itu menunjukkan kata ”nihil”. Ujungnya, strategi tanjim andalanku di masa lalu terpaksa kupraktekkan juga. Yah, daripada membiarkan lembar jawaban kosong. Sebenarnya aku sangat meragukan efektifitas strategi itu di sini. Karena faktanya, it does not work well here.

Mengenai tanjim, aku pernah punya memori indah. Dulu, aku pernah sukses dengan cara itu ketika menghadapi ujian akhir kelas 6 KMI.  Dengan persiapan hanya 10% (sepuluh persen ini hanya berupa hasil membaca sebelum muraja’ah), mau tidak mau aku harus explore what is inside out untuk menjawab pertanyaan ujian waktu itu. Aku terpaksa menambal sedikit penguasaan materi dengan banyak beranalisa, bahasa kerennya ‘ngarang’, haha. Untungnya, waktu itu pekerjaan semacam ini masih diberi ruang. Aku lulus dengan predikat mumtaz meskipun jawabannya kebanyakan berupa spekulasi. Yah, karena itu juga aku selalu menganggap mumtazku kala itu adalah sebuah spekulasi, sangat mungkin kemurah hatian beberapa pihak berperan di dalamnya. However, I’ve passed and thanks for those people.

Dari kejadian itu, juga dengan memperhatikan faktor-faktor lain, aku menyimpulkan bahwa karakter otakku adalah imajinalisatoris, sebuah varian baru hasil keturunan ke sekian species imajinatoris dengan tambahan gen analisa, haha. Mungkin karena karakter tersebut, aku adalah penghafal yang buruk. Untuk bisa menghafal dengan sempurna, aku harus bersuara, bahkan sampai berteriak. Tanpa itu semuanya tak akan terbekas di otak. Menghafal bagiku adalah sangat menguras otak dan fisik. Celakanya, di sini anda dihadapkan dengan banyak sekali menghafal. Alhasil, ujian kemarin aku harus setengah mati mencari solusi bagaimana mendamaikan clash antara misi menghafal pelajaran dengan menjaga kondisi fisik yang sering ngedrop akibat kelelahan. Terkadang aku iri melihat beberapa kawan yang bisa menghapal dengan sangat cepat, hanya dengan membaca beberapa kali mereka sudah hapal di luar kepala.

Anyway, aku tak perlu merisaukan rumput tetangga yang selalu lebih hijau. Meskipun untuk mengalahkan para penghafal cepat adalah sangat sulit, setidaknya aku bisa menyelamatkan diriku sendiri (semoga selalu demikian). Selebihnya, aku tak perlu terlalu memikirkan strata akademis. Mengapa demikian? Karena ternyata, dunia ini tak sesederhana sekaligus tak serumit nilai akademis. Tak ada jaminan pasti bahwa nilai akademis akan selalu berbanding lurus dengan keberhasilan hidup kita. Kita harus bersyukur karena kenyataan itu.

Ada satu kisah nyata tentang masalah ini. Adalah Bill Gates yang pernah bertutur. Dia bercerita bahwa teman-teman kuliahnya adalah orang-orang jenius. Mereka selalu mendapatkan nilai A untuk mata kuliah yang terkadang Bill Gates harus mengulanginya. Kini, teman-teman Bill Gates itu menjadi orang-orang sukses. Mereka bekerja di perusahaan komputer terbesar di dunia. Namun, ada “humor” Tuhan yang lucu di sini, pemilik perusahaan itu adalah Bill Gates sendiri. :D

Dari “humor” Tuhan di atas aku banyak terhibur sekaligus termotivasi. Sehingga tak terlalu merisaukan nilai akademis. Yang perlu kita lakukan sekarang hanyalah menikmati hidup ini. Sing like no one listen, dance like no one wacth. Dalam kasusku, aku hanya perlu menikmati saat-saat belajar dengan caraku. Tersenyum menikmati keringnya kerongkongan usai teriak-teriak. Menikmati kebingungan mencari solusi meredakan ketegangan otak saat kepala mulai cenat-cenut. Menikmati rasa syukur karena naik tingkat meski dengan nilai pas-pasan. Tentunya, dengan satu keyakinan yang tak pernah aku lepaskan, bahwa suatu saat aku akan menjadi pemain dari adegan humor Tuhan yang lain.

0 komentar:

Posting Komentar