RSS
Semua orang hidup dalam tempurung, dan semua menganggap itulah alam semesta.

Sabtu, 22 Juni 2013

Pria yang Hanya Ingin Jadikan Wanita Inspirasi

Wanita mematut-matutkan diri ke cermin. Ia membolak-balik badan gaya lenggok peragawati, memastikan baju kurung biru mudanya rapi terjuntai. Jemarinya menggerayangi setiap inchi kepala. Jarum-jarum haruslah tertanam sempurna, hingga tak menganggu kenyamanan.

Dandanannya kali ini sahaja, bukan pashmina yang sedang ngetrend itu, yang memakainya harus diputar-putar keliling kepala. Macam ikat kepala pendekar saja, berlebihan, pikirnya. Kerudung lebarnya hanya dikenakan sederhana,  tergerai lebar menutupi bagian atas tubuh. Tapi Pria –lelaki yang hendak ditemuinya- bilang dandanan macam itu lucu, karena di dua tanduk kepala terdapat sepasang lekung, mirip lambang dua lesung pipimu, katanya. Ah, lelaki memang pintar mencari titik lucu dari wanita. Atau, kami memang terlihat semacam badut?

Barangkali kata mancung yang banyak di dengar dari para pria untuk hidungnya bukan bermakna molek seperti yang ia maklumi, bisa jadi berarti lucu, seperti kita memahami hidung bulat para badut. Atau, eh, apakah rias wajah kami tak ubahnya adonan warna pada muka badut? Wanita tidak tahu bagaimana pendapat pria secara umum, tapi Wanita tahu, bagi Pria demikianlah adanya.

Setidaknya demikian yang ia dengar dari mulut pria.

“Wanita bukan bunga, beradu elok dengan kelopak dan mahkota. Wanita punya jiwa, dari sanalah terpancar pesona.”

Dan karena itu pula, Wanita sering memergoki Pria memerhatikan matanya dengan seksama.

“Hei, kenapa kau tatap mataku seperti itu?” Suatu ketika Wanita tak kuasa menahan rikuh.

“Mata adalah gapura menuju kalbu. Matamu mengisyaratkan pertanyaan pelik di palung hatimu. Aku hanya sedang menerka,” Pria hanya tersenyum lebar saat menjawab, tapi pandangannya dilemparkan ke jalanan.

***

“Bukunya di bungkus kertas kado yang mana non?” Bik Ijah tergopoh-gopoh masuk kamar Wanita.

“Pakai biru donger aja bik, jangan lupa bikin pitanya ya bi?” Wanita menoleh sejenak, tersenyum, lalu kembali menelusuri sorot matanya sendiri dalam cermin.

Tapi, akhirnya ia membuktikan sendiri bahwa teori Pria meski tak pernah ia dengar di semua kelasnya, adalah benar adanya. Dalam bola mata Pria, di balik selaput tipis yang memijar-mijar itu, ada sebuah tanda tanya. Tanda tanya itu menari-nari, berjingkat-jingkat, melambai-lambaikan tangan memintanya mendekat. Jiwanya yang tak pernah tenang melihat pertanyaan pun tertarik. Dan segera saja, tanda tanya itu menyedot jiwanya masuk dalam kelopak mata Pria. Semakin masuk ke dalam, semakin banyak pertanyaan yang membuatnya tersesat, terjerat dalam labirin kepribadian Pria.

Ah, pria ini, yang ketampanannya tertutupi kedekilan, bagaimana bisa memiliki impresi ini? Sensasi yang terajut dari rangkaian pertanyaan -tentang dunia, cita, dan terutama mimpi- bagi Wanita lebih menarik daripada kekokohan bahu, kulit putih bersih, dan rambut licin berkilap para rupawan.

Kemudian Wanita larut dalam dunia Pria. Mengenali pertanyaan, saling membantu menjawab pertanyaan, dan yang paling mengasyikkan adalah berusaha membuat pertanyaan-pertanyaan baru. Wanita menikmati itu, hingga satu hal membuatnya kecewa.

Rupanya Pria tidak hanya menyusup dalam mata Wanita saja, tapi juga mata wanita-wanita lain. Ada mata berbulu lentik Dewi, mata sayu Syahdu, bahkan menyelinap dalam bola mata kelereng hijau milik Angel, noni Yankee yang sedang dalam program pertukaran pelajar.

Wanita kesal, cemburu, marah. Mengapa ketika ia telah memaknai cinta berdasarkan istilah cerdas Pria, lelaki itu justru bertindak kuno, terbang dari satu kuntum ke kuntum lain yang lebih semerbak dan mencolok? Mengapa pria itu berlaku layaknya mesin bodoh pencetak keturunan yang hanya bekerja oleh pikatan rupa?
Lalu ia mendapat jawabannya.

“Tidak Nita, aku bukan hewan penyerbuk. Aku hanya sedang meneliti sosok-sosok unik, para wanita,” Ujarnya dengan suara dalam, nafas tercekat, nampak iba. Rupanya ia tak memperlakukanku seburuk prasangkaku.

Tapi, argh, apakah dia pikir para wanita adalah fauna langka? Semacam cendrawasih gitu hingga setiap helai bulunya menarik ditelaah? Tentu saja aku marah disamakan dengan pesut Mahakam atau badak bercula satu.

Usut punya usut, akhirnya Wanita tahu dari Dewi bahwa perilaku Pria selama ini ternyata dilakukan untuk tujuan pragmatis. Ia sangat terobsesi menulis buku tentang wanita. Dia memanfaatkan hubungannya dengan para wanita selama ini serta sedikit keberuntunganya memiliki otak gemilang untuk tujuan yang individual dan komersil. Bah, sehina itukah dirinya?

Mengetahui semua itu Wanita mendapat ide untuk memberi pelajaran. Apalagi ia tahu proyek Pria banyak terbengkalai karena pelbagai hal. Akhirnya Wanita tulis buku ini, buku tentang seorang pria yang menjadikan wanita hanya sebagai inspirasi. Wanita senang membayangkan wajah terpecundangi Pria ketika menerima buku ini.

“Ih, non ko senyum-senyum sendiri? Lagi kasmaran ya?” Bik Ijah mencubit lenganku, membangunkan lamunanku.

“Hehe, nggak bik, lagi senang aja.” Aku mengerling.

“Ini bingkisannya sudah beres non. Bagus kan?” Bik Ijah menyerongkan kepalanya ke samping, dagunya di angkat naik.

“Hahaha, iya Bik Ijah yang paling narsis,” ujarku sambil balas mencubit lengan tembam pembantuku itu.

***

Ini hari ulang tahun Pria, Wanita mengunjungi rumahnya. Di teras, bersandarkan tiang pancang rumah, Pria masyuk menulis di antara kertas-kertas dan buku-buku yang berserakan.

“Nita!” Pria sontak berdiri seketika menyadari kedatangan Wanita. Raut mukanya khas, menyunggingkan pertanyaan-pertanyaan. Wanita hanya tersenyum.

“Aku ingat kau hari ini ulang tahun!” Kata Wanita sambil sodorkan bungkusan yang ditata Bik Ijah. Ia mengisyaratkan untuk segera membuka.

Pria menerimanya, membuka bungkusnya, lalu matanya sayu, tapi sekejap kemudian dia tersenyum lebar.
“Aku tak pernah tahu wanita. Ibuku meninggal ketika melahirkan. Aku diasuh di seorang preman dalam penjara. Masa mudaku habis di sekolah asrama yang seluruh siswanya adalah lelaki. Aku hanya ingin mengenal wanita. Terimakasih hadiahnya!”

Mata Wanita kuyu, dia teringat kata-kata Pria dahulu, “Penyesalan terbesar adalah ketika tersadar bahwa perbuatan kita dibangun atas pandangan yang salah.”


0 komentar:

Posting Komentar