RSS
Semua orang hidup dalam tempurung, dan semua menganggap itulah alam semesta.

Minggu, 29 Maret 2015

Penulis Jelek yang Kurang Bersyukur



Jika selama ini Anda minder karena punya tulisan tangan yang jelek, sekarang Anda boleh berharap.  Dengan bantuan grafologi, peruntungan Anda dapat berubah. Pasalnya, pakar grafologi kadang-kadang menerjemahkan tulisan jelek sebagai sesuatu yang penuh kreatifitas atau tanda kecerdasan.

Seperti belum lama ini, iseng-iseng saya kirim contoh tulisan tangan dalam program sebuah radio yang diasuh seorang teman. Saya harap kali ini analisanya berbeda dengan yang sudah-sudah. Dari kebanyakan program tebak-menebak karakter seperti zodiak, golongan darah, dll, saya bosan mendengar kata melankolis dan introvert disebut berulang-ulang. Sebelumnya saya tebak sendiri hasil analisanya, “wah, tulisannya jelek. Penulisnya pasti malas,” atau yang lebih buruk seperti begini, “wah, tulisannya tidak jelas. Ini mencerminkan masa depan penulisnya yang juga tak jelas.” Untungnya, hasilnya tidak seperti itu, jadi saya tak perlu khawatir dengan tulisan dan masa depan saya, haha.

Kata sang pakar, huruf-huruf tulisan saya lemas dan mengalir lancar. Itu pertanda kecerdasan dan daya kreatifitas yang tinggi. Saya tak paham grafologi jadi tak dapat menjelaskan apa hubungan antara lemas dan kreatifitas, apalagi antara tulisan yang mengalir dengan intelegensi.

Sebenarnya saya punya riwayat panjang perihal tulisan tangan. Waktu SD tulisan saya lumayan rapi hingga dipercaya guru-guru yang mual atau ingin pergi ke kantin untuk menulis pelajaran di papan tulis. Periode awal sekolah menengah tulisan saya semakin rapi dan berpola, ketika itu saya terobsesi menulis dengan bagus. Tapi pada akhir sma dan kuliah, ketika saya mulai banyak menulis, saya lebih memilih efisiensi.

Efisiensi dalam tulisan bagi saya adalah: menulis dengan goresan sesedikit-sedikitnya untuk pemahaman sebanyak-banyaknya. Jadi tulisan saya sekarang lebih mirip simbol-simbol yang ingin menyampaikan lebih dari susunan kata atau angka. Barangkali semacam semiologi.

Apalagi karena saya harus mengulang tulisan dalam bentuk digital, orientasi tulisan tangan saya semakin menjauh dari upaya menjadi rapi dan bagus. Dan sekarang, sebagai orang yang tulisannya jelek, saya disuruh banyak-banyak bersyukur oleh sang pakar grafologi. Akibat analisa itu, saya menjadi penulis tulisan tangan jelek yang kurang bersyukur.

Analisa selengkapnya di sini

0 komentar:

Posting Komentar