RSS
Semua orang hidup dalam tempurung, dan semua menganggap itulah alam semesta.

Rabu, 09 Mei 2012

Boring

Entah kenapa hari-hari ini rasa bosan mengepungku, membuat kelabu cakrawalaku. Meski begitu, dengan keadaan jiwa yang seadanya aku harus tetap menjalankan rutinitas, belajar untuk persiapan ujian. Life has no pause, begitu pepatah bilang. Seharusnya aku senang karena beberapa hari yang lalu kabar gembira datang. Ujian termin kedua yang jadwalnya tanggal 12 Mei diundur dua minggu berselang. Dengan begitu setidaknya aku punya waktu lebih mempersiapkan segalanya lebih maksimal. Tapi, kabar itu malah mengusir momentum belajarku.

Rasa bosan ini mestinya bukan tanpa alasan. Disamping faktor utama yang membuatku limbung, tentunya hal remeh temeh juga mempengaruhi suasana. Ternyata, melakukan pekerjaan “rumah tangga” yang sebenarnya remeh membutuhkan kesabaran yang tak sedikit. Apalagi bila kita hidup dengan orang dengan karakter yang bermacam-macam. Kalau sudah begini, aku selalu ingat ibu.

Dengan mengerjakannya sendiri aku belajar mengerti apa yang dirasakan ibu ketika melakukan tugasnya. Dan mulai paham bahwa ternyata ibu memiliki kelapangan dada yang luar biasa dalam melakukan semua itu. Ingin aku menangis di pangkuannya menyesali kenakalanku selama ini. Huft, mungkin tahun-tahun ini memang saatku untuk belajar. Bukan hanya belajar melatih otak, tetapi juga belajar melatih hati demi menghadapi permasalahan di masa depan nanti. Dalam hidup bersosialiasi konflik adalah sebuah keniscayaan.

Dulu aku pernah berpikir, barangkali hidup dengan teman senasib dan seperjuangan akan selalu lancar. Karena masing-masing punya visi dan tujuan yang sama. Apalagi jika bersama sahabat karib yang karakternya mirip, sepertinya tak akan ada cekcok. Kini, aku mengerti bahwa manusia hidup dengan keberagamannya. Perbedaan adalah sarana saling belajar di satu sisi sekaligus ladang konflik di sisi lain. Manusia bukanlah produk pabrik yang dicetak seragam. Yah, hakadza annâsu tafâwut, demikian manusia diciptakan beragam, begitu pelajaran di pondok dulu.

Dari situ aku menyimpulkan satu hal, bahwa dalam hidup berumahtangga kelak pasti akan kita temukan perbedaan dengan pasangan yang notabenenya orang yang kita cintai. Kadang-kadang berupa perbedaan kecil, namun tak sedikit terdapat perbedaan prinsipil. Dan solusi untuk membuat hubungan rumah tangga tetap langgeng adalah kebersediaan masing-masing pihak untuk mengerti dan berkomunikasi sebaik mungkin. Haha, ko jadi ngelantur begini. Hmm, tidak juga. Bagiku, kehidupan masa lajang ini adalah sarana yang tepat untuk melatih diri. Jika di kuliah kita belajar untuk pintar, maka di rumah kita belajar untuk dewasa.

Sebagai orang yang temperamental, berusaha untuk sabar tentu sulit. Tapi di sini, di negeri yang terpisahkan ribuan kilometer dari orang tua, mau tak mau aku harus belajar. Di sini tak ada advokasi absolut untuk kasus-kasus kita. Tak ada pengacara pribadi yang akan membela kita mati-matian. Di sini, kita bukan lagi terdakwa kebal hukum, tapi harus belajar memposisikan diri menjadi seorang hakim. Masalah-masalah kecil berulangkali menyulut amarahku, tapi aku harus terus katakan pada diriku bahwa marah tidak akan memberikan solusi, malah akan mempersulit posisi. Aku harus selalu menanamkan dalam diriku bahwa “kekuatanmu untuk melewati kesulitan-kesulitan kecil ini dengan hati lapang akan memberimu kekuatan dalam meraih kesuksesan besarmu kelak”. Ah, meracau apalagi aku ini. Hehe, setidaknya dengan menulis rasa bosanku sedikit berkurang.

1 komentar:

Unknown mengatakan...

Dari sini saya belajar kata baru,,, keren,,, thanks konsulii... http://onara02.blogspot.com

Posting Komentar