RSS
Semua orang hidup dalam tempurung, dan semua menganggap itulah alam semesta.

Jumat, 21 September 2012

Lakon Penting



Dahulu sekali, saat kita belum terlahir di dunia ini, saat kita belum berbentuk sempurna, kita sudah mengucap sumpah di hadapan Tuhan. Waktu itu, kita masih berada dalam rahim ibunda, dan ruh pun baru akan ditiupkan. Sumpah itu adalah tentang kesiapan kita menjadi manusia. Sumpah itu mengenai kesombongan kita menerima sebuah amanah berat, menjadi pemimpin di muka bumi ini.
Aku bilang kita –manusia- sombong karena menerima amanah itu, mengapa? Karena malaikat yang konon makhluk suci saja tak punya nyali untuk mengatakan “iya” pada tawaran sulit ini. Mereka –para malaikat- adalah makhluk yang sudah membuktikan mampu mengemban semua amanah mereka selama ini tanpa cacat, tapi untuk tawaran ini, malaikat tahu diri. Nah, kita, manusia yang punya nafsu setan, berani-beraninya ambil resiko ini? Tapi, semuanya memang sudah tersurat demikian.

Sumpah itu, kebersediaan kita memegang amanah itu, sudah terucap. Dan sekarang kita sedang menjalaninya dalam kehidupan ini. Tapi, tak ada satu orang pun tahu seperti apa detailnya sumpah yang telah kita ucap. Lantas, apa yang harus kita lakukan sebagai bentuk tanggungjawabnya?

Tanggungjawab itu, Kawan, adalah tentang bagaimana membuat dunia yang lebih baik. How to make a better world. Dengan modal yang telah dianugrahkan dalam diri kita – panca indra, akal, bakat, dll- Tuhan ingin melihat apa yang bisa kita lakukan di kehidupan ini. Tuhan ingin kita menjalankan sebuah lakon dalam skenario besar milik-Nya.

Lakon itu, Kawan, demokratisnya, bisa kita pilih dengan suka-suka. Mungkin itu rahasia Tuhan membuat kita “amnesia” setelah bersumpah, agar kita bebas memilih peran masing-masing semaunya. Anda boleh memilih menjadi tokoh protagonis dalam sandiwara besar ini atau sebaliknya, menjadi sang antagonis yang dibenci. Bukan itu saja, Anda juga boleh memilih untuk menjadi salah satu dari aktor utama sinema akbar ini atau lebih suka sekedar pemeran pembantu. Fantastisnya, Anda bahkan boleh memilih “gaji” yang akan anda dapatkan setelah pentas. Mau surga atau neraka?
Lihatlah, atas semua kemurahan hati Tuhan pada hamba-Nya, betapa Tuhan begitu baik hatinya pada kita sekalian! 

Lalu, mengapa masih saja ada orang yang memilih menjadi pelengkap berjalannya dunia daripada menjadi penggerak utamanya? Mengapa masih ada orang yang berpikiran sempit dan memilih hidup ala kadarnya? Bukankah kesempatan sudah Tuhan buka selebar-lebarnya? Maka nikmat Tuhan mana lagi yang engkau hendak sangsikan?

Aku tahu, karena aku sudah menemukan dengan mata kepalaku, bahwa segelintir orang berkata: “kita sudah tertakdir menjadi pelengkap, dan sebagian orang telah tercipta menjadi penggerak.”

Hei, bukankah semuanya juga telah ditentukan. Sudah tertulis di buku-Nya sana apakah aku di surga atau kau di neraka. Tapi sekarang, siapa yang tahu? Dia begitu pemurah untuk tidak membocorkan sedikitpun suratan takdir milik-Nya. Kita masih bisa memilih, Kawan. 

Dan bukankah perkataan itu sama dengan perkataan seorang pencuri: “aku sudah ditakdirkan menjadi pencuri?” Kita semua tahu, Kawan, perkataan seperti itu tak bisa dikemukakan di hadapan-Nya. Wa huwa la yus’alu ‘amma yaf’al fahum yus’alun.

Karena itu, marilah kita memilih takdir kita ditulis oleh apa yang telah Tuhan anugrahkan dalam diri kita –potensi-, bukan membiarkannya rusak karena membiarkan alam, orang lain dan keadaannya mendiktenya. Mari kita berdecak kagum dengan ini, kehebatan kita, potensi kita. Karena ini adalah juga sebagian dari kebesaran yang Tuhan anugrahkan pada kita. Bukan cuma berdecak kagum dengan kebesaran Tuhan yang ada di sekeliling kita.

Mari, Kawan, bersama-sama kita kita memilih kehidupan yang besar lagi penting, hidup yang mulia serta berpengaruh. Karena itu juga yang Tuhan inginkan dari eksistensi kita di dunia ini.
God calls on us to shape our uncertain destiny (Obama)

0 komentar:

Posting Komentar