RSS
Semua orang hidup dalam tempurung, dan semua menganggap itulah alam semesta.

Rabu, 16 Juli 2014

Suatu Saat, Ini Adalah Kenangan



Setiap tempat menyimpan kenangannya. Yang dinamis dan damai seperti Gontor; hijau, sejuk dan asri khas Pare; atau yang panas tetapi santun dan menyejukkan batin, Ngayogyakarta. Tempat-tempat itu punya sesuatu yang membangkitkann antusiasme dalam obrolan-obrolan nostalgia. Masing-masing menyisakan cerita tentang kekonyolan masa muda –terutama asmara, haru-biru perjuangan hidup, juga alkisah tentang kegagalan.

Menambah Kairo dalam daftar kota kenangan bukan sesuatu yang saya ingini. Tetapi, seperti waktu yang tak berhenti berlalu, ia adalah kemestian. Dengan berat hati, tajamnya musim dingin, semerbak syammunasim dan sengatan musim panas akan menambah panjang riwayat masa lalu, berubah menjadi ingatan yang sewaktu-waktu membumbung dalam kesendirian. Selalu ada kesyahduan setiap menjenguk yang ruang yang tak lagi ada, membesuk tempat yang pernah dikenal.

Sepertinya baru kemarin saya menjejak bumi Kinanah ini -di antara ancaman gagal berangkat, kebingungan memilih kampus alternatif, dan mediator yang selalu berkata tunggu. Di satu hari menjelang musim panas memuncak, saya dan tiga orang kawan lain akhirnya sampai, 25 Mei 2010. Saya salah kostum waktu itu, pakai jaket super tebal untuk mengantisipasi dingin. Untungnya sang jaket lumayan berguna bagi orang udik seperti saya menahan dingin AC pesawat.

Lalu semuanya berjalan teramat cepat –terkadang tanpa sempat berpikir mendalam tentang apa yang perlu saya lakukan, daurah lughah cukup seminggu lalu saya telah muqayyad di kampus al-Azhar. Meski diiringi dengan keheranan atas tumpulnya otak saya mengerjakan ujian masuk. Nilai saya hanya 70an, saya tak pernah merasa sebodoh ini.

Tahun pertama dilalui dengan adaptasi yang aneh, rumah yang diancam warga ke polisi hanya karena kamar mandi bocor, diusir teman sekamar karena mengundang kawan-kawan main PES semalaman, lalu terdampar di sekretariat karena tunawisma. Kemudian ujian pertama di al-Azhar diikuti dengan kejutan yang tak disangka-sangka, revolusi Mesir pecah. Teman-teman banyak yang pulang, dan saya tertinggal di Kairo menyaksikan tank-tank mondar-mandir dan satu dua peluru meletup tengah malam.

Ah, sudahlah. Semua orang juga punya ceritanya masing-masing. Kisah saya tidak lebih unik dari milik Anda-Anda sekalian. Meski saya selalu tertarik untuk mendengar orang bertutur, selalu ada yang dapat diendapkan dari paparan cerita. Mungkin lain kali.

Sekarang, musim panas ini, barangkali sebaiknya saya merenung. Ada banyak hal yang perlu dipikirkan lebih tenang, dalam, pelan-pelan dan matang. Saya sudah terlalu tua untuk melakukan hal ihwal secara serabutan.

1 komentar:

(Ainun Mardiyah) عين مرضية mengatakan...

sesekali boleh lah saya berkomentar, "iya, sudah tua. tapi belum terlalu, lebih baik kakek berjiwa muda daripada pemuda berjiwa tua. dan lebih baik telat drpd telat banget. smangat!"

Posting Komentar