RSS
Semua orang hidup dalam tempurung, dan semua menganggap itulah alam semesta.

Sabtu, 14 Juni 2014

Bagaimana Sepakbola Merupa Cinta



Jika ada hal menarik lain di dunia ini selain cinta, adalah sepakbola. Andrea Hirata

Barangkali lantaran hari-hari ujian yang membuat kepala cenat-cenut, badan panas dingin, dan tidur tidak nyenyak telah lewat. Barangkali karena piala dunia yang di Brasil sendiri menyebabkan rumah-rumah kaum papa digusur segera dimulai. Barangkali sebab Real Madrid baru saja mendapatkan La Decima, saya ingin menulis tentang sepakbola.

Tak semua orang suka sepakbola, seperti tak semua orang yang gemar komentar tentang bola bisa bermain bola. Pernah seorang teman saya terang-terangan gerah, heran, mungkin juga geli melihat polah suporter sepakbola yang –menurutnya- berlebihan. Dia bilang, kecuali Ronaldo adalah orang Indonesia, tak ada alasan logis untuk meluapkan euforia atas kesuksesannya. Juga tak ada tempat untuk keriangan-keriangan sepakbola yang lain.

Saya, sebagai pemerhati bola yang tidak bisa main bola, tertawa saja. Bagi saya, manfaat sepakbola justru karena ia memberi keriangan cuma-cuma bagi mereka yang di alam nyata terlalu sering dikecewakan dunia. Ia adalah ruang leluasa dimana siapa saja boleh membangun fantasinya. Misalnya, saya membangun dunia subyektif dimana menjadi Madridista adalah segalanya, dan hal-ihwal yang berhubungan dengan Barcelona –sebagus apapun tiki-taka dan tito-tata mereka- adalah seluruhnya perkara cela.

Perihal semacam itu sah-sah saja dalam sepakbola tapi Anda sama sekali tak boleh melakukannya dalam dunia nyata, kecuali Anda adalah orang berpikiran sempit. Ia setaraf dengan nonton film korea, bermain musik, dlsb. Maka, menghukumi sepakbola sebagai sesuatu yang terlalu serius justru menyalahi hakikat sepakbola sendiri. Bersama sepakbola, kita dapat melupakan dengan hati ringan perkara-perkara nyata yang berlebihan, untuk kemudian kembali bijaksana.

Bagi saya, ada alasan lain menggemari sepakbola. Ia adalah panggung yang menayangkan dinamika kehidupan manusia seutuhnya, dalam skala yang diperkecil tentunya dan dengan label ketidakseriusan tadi. Melalui sepakbola kita bisa menyerap seni menjalani hidup di sela-sela tawa. Di dalamnya terdapat pelajaran-pelajaran yang barangkali sama persis dengan yang Anda temukan dalam pelajaran etika.

Dari sana saya mencerna perkara-perkara yang mungkin terlihat remeh, tapi bagi saya punya peran penting dalam upaya memaknai hidup yang semakin hari semakin berat. Anda tentu akan takjub jika tahu kisah hidup Ronaldo, kisah seorang anak miskin dari pulau tengah laut berjarak ribuan kilometer dari Portugal yang akhirnya menjadi bintang. Tentang kekuatan hati Messi yang dulu dianggap cebol, Ronaldo yang logatnya medok menurut orang-orang Lisboa, atau Ribery yang harus menahan malu atas ejekan codet di mukanya. “Luka ini membuat saya lebih kuat menjalani hidup,” kata Ribery.

Dari sepakbola pula, Anda dapat menyaksikan pelajaran moral penting yang barangkali ditayangkan secara lebih lambat dalam hidup yang sebenarnya. Misalnya tentang kegigihan. Anda dapat bayangkan bagaimana proses Ronaldo mendapatkan Ballon d’or kedua tahun ini –dan kemungkinan besar ketiga tahun depan- setelah menjalani empat tahun yang sulit. Atau Sergio Ramos yang tahun ini boleh berpuas diri setelah menjalani hari-hari menjadi pesakitan –tendangan penaltinya dijadikan guyonan sarkas-. Di alam nyata, pelajaran tentang kegigihan macam ini barangkali hanya akan Anda pahami setelah melewati puluhan tahun, atau bahkan seumur hidup.

Contoh lain tentang pentingnya bersikap dengan tepat. Piala dunia ini, Descamps tidak membawa Nasri padahal ia tahun ini bermain hebat di City. Saya lantas membaca komentar Mancini tentang Nasri yang seolah membenarkan putusan Descamps, “Dia tidak mengerti bahwa setiap saat kita dituntut memberikan yang terbaik, termasuk soal sikap.” Perkara macam ini juga, di kehidupan sebenarnya, bisa jadi hanya dimengerti ketika kita telah merasakan asam garam kehidupan yang cukup. Tapi sepakbola menyajikannya dengan instans, ia macam panggung mini kehidupan.

Ada banyak perkara lain yang menurut saya bisa berserakan dalam pentas sepakbola. Pentingnya menguasai detil, manajemen personal, komunikasi intrapersonal, dll. Semua itu dapat anda cerna sembari menikmati denyut adrenalin yang dipermainkan pertandingan. Mungkin juga ketegangan yang menyenangkan seperti dua final terakhir Real Madrid. Orang bilang hal terakhir sering ditemukan dalam cinta. Barangkali itu juga yang dimaksud Andrea Hirata.

0 komentar:

Posting Komentar