RSS
Semua orang hidup dalam tempurung, dan semua menganggap itulah alam semesta.

Jumat, 13 Juni 2014

Being Mature Is a Choice



Apa yang harus saya lakukan musim panas ini? Mungkin merenung. Ya, merenung. Ada banyak hal yang saat ini perlu dipikirkan lebih tenang, dalam, dan matang karena mengenai masa depan dengan pertaruhan yang riskan.

Seharusnya saya senang karena ujian semester delapan telah usai –semoga ini ujian terakhir-, saya bisa menikmati jalan-jalan, nonton piala dunia, dan terutama kembali pada hobi saya yang terhalang aktifitas ujian: berpetualang di dunia maya mencari tahu apa saja. Namun sepertinya, khusus edisi ini, saya perlu sedikit menyisihkan waktu untuk berpikir akan beberapa hal. Pasalnya, saya kini berada di ujung masa studi dimana kesalahan membuat keputusan akan fatal, sekaligus dalam usia yang telah kadaluarsa untuk mengerjakan segala sesuatu secara serabutan.

Empat tahun yang saya lalui di sini tidaklah buruk, meski seharusnya bisa dilalui dengan hasil yang jauh lebih baik. Dari hari-hari yang dilalui di sini, saya menjadi lebih dewasa bersikap, khususnya dalam hubungan intrapersonal dengan keluarga, dan wanita. Memang semua orang menjadi dewasa dengan pertambahan usia, dan menjadi lebih baik dalam sedikit medan tentunya mengkhawatirkan. Tapi saya juga di sini dapat menilai lebih bijak potensi sejati diri sendiri, mengerti kekuatan karakter, dan mendapat world view yang matang. Bagi saya, tiga hal terakhir bukan perkara remeh.

Hal pertama membantu saya memilah langkah yang lebih cocok untuk diri sendiri dalam mengarungi dunia ini. Hal kedua memantapkan etos kerja. Hal ketiga, membuat saya lebih enjoy menyikapi dua perkara yang kerap menjerumuskan, sukses atau gagal.

Tapi seperti saya sudah bilang, seharusnya saya dapat mengakhiri dengan lebih baik. Itu jika jauh-jauh hari sebelum menginjakkan kaki di sini, saya telah menyiapkan langkah-langkah konkrit untuk dilakukan di sini. Masalahnya, saya datang kesini tanpa pengetahuan yang obyektif tentang Masisir dan enggan menyesuaikan diri dengan cepat dengan lingkungan baru ini. Tentu saja ini sangat fatal. Saya pulang hampir dengan tangan hampa, kalau saja saya tidak memaksakan diri mengikuti kegiatan-kegiatan yang setidaknya membuat saya memahami wacana dan tanggungjawab sebagai alumni Mesir.

Karena itu, hari-hari ini saya harus memastikan, saya tidak mengulang kesalahan mendasar itu. Sekarang adalah usia yang terlampau tua untuk terpeleset kesalahan kanak-kanak macam itu. A failure to plan is a plan to fail. Seperti seorang dokter akan membahayakan nyawa orang jika salah mendiagnosa penyakit, kegagalan kita mendefisikan diri sendiri akan mengancam nilai berlangsungnya hidup kita.

Sekarang saya perlu sedia mempelajari keadaan, dan meningkatkan kemampuan beradaptasi. Jika saya benar-benar ingin ke Prancis, saya harus mengerti suasana negara Napoleon itu sekaligus bersedia mengambil langkah-langkah adaptasi. Bukan hanya dengan cuaca dingin, bea hidup yang mahal, atau bahasa baru. Tetapi juga menghadapi kultur baru, cara pandang baru dan orang-orang baru.

Saya perlu mengejewantahkan visi besar saya dalam misi yang lebih jelas dan realistis, serta mengerjakan aktifitas yang mendukung dengan teratur dan konsisten. Semakin hari, cita-cita harus berubah semakin terang dan detil. Karena kita tak ingin lagi menganggapnya sekedar bunga tidur anak-anak. Ini adalah tanggungjawab manusia dewasa. Jika cita-cita adalah perkara yang boleh direvisi, maka tanggungjawab tidak dapat melenceng dari garis-garis yang telah berlaku.

Dengan semua itu, tak berarti saya menjadi terlalu kaku dalam kehidupan ini. Seperti saya sudah sampaikan, sekarang saya lebih rileks menghadapi dunia yang penuh kemungkinan-kemungkinan. Saya hanya membawa diri saya pada titik usaha, dan di luar batas itu, saya serahkan semuanya. Saya harap, kebijakan ini sudah cukup dewasa untuk usia yang hampir 25. Tapi saya juga menyediakan diri untuk terus belajar.

0 komentar:

Posting Komentar