RSS
Semua orang hidup dalam tempurung, dan semua menganggap itulah alam semesta.

Selasa, 14 Februari 2012

Future-Minded

“ Dari yang saya baca, tulisan kalian kebanyakan tentang past.” Begitu kata salah seorang staff KBRI mengenai tulisan-tulisan masisir.

Ada tiga macam manusia berdasarkan pola pikirnya. Past-minded, present-minded, dan future-minded. Orang-orang past-minded berkutat pada masalah-masalah masa lampau, mencari titik salah dan perbedaan, tapi mandeg dalam soal solusi. Manusia-manusia present minded sudah berkembang lebih baik menuju pengetahuan tentang kondisi terkini yang mumpuni. Tapi yang lebih baik tentu saja mereka yang future-minded, orang-orang berhaluan masa depan ini tidak hanya berorientasikan dengan rencana-rencana hebat tentang masa depan, mereka juga sebenarnya menguasai bidang past serta present. Yang membedakan adalah mereka, para future-minded, lebih terfokus kepada solusi daripada berkutat dalam masalah.

Pola pikir terbelakang memang selalu menjadi penghambat utama kemajuan seseorang atau komunitas. Dan dari pergerakan masisir, sepertinya kita harus khawatir dengan diri kita sendiri karena ciri-ciri past-minded terlalu banyak terlihat.

Contoh mudah, dari ribuan alumni Masisir sejak berpuluh-puluh tahun lalu telah pulang ke Indonesia, baru resmi tahun 2010 ada ikatan resmi alumni Al Azhar untuk saling bersinergi. Bandingkan dengan lulusan-lulusan barat yang bahkan sudah melakukan banyak program demi perbaikan Indonesia dengan cara yang mereka anggap benar, bahkan dengan jebolan universitas tanah airpun kita kalah langkah. Misalkan Harvard dengan Sri Mulyaninya. Yang lain, sebut saja ITB dengan para teknokratnya, satu nama dari komunitas ini adalah Aburizal Bakrie.

Sementara ini kita hanya bisa mengeluh geram menyaksikan kasus century yang tak kunjung usai, atau masalah lumpur Lapindo yang tak pernah jelas. Tapi dari semua itu, kita tidak bisa memungkiri fakta bahwa gerakan-gerakan politik, sosial dan ekonomi tanah air ( bahkan semua sisi kehidupan ) memang sudah berjalan sesuai conscience benar salah orang-orang yang bergerak lebih terorganisir. Salah satu pepatah yang kita kenal di dunia bahasa arab ini juga menegaskan hal itu.

Al haqqu bila nidzomin yaghlibuhu al bathil binodzomin

Kebenaran tanpa organisasi yang baik akan dikalahkan dengan kebatilan yang lebih terorganisir.

Contoh lain, ketika Mesir sedang kalut di tengah Revolusi, banyak dari kita yang gelagapan minta evakuasi. Dengan dramatisnya membesarkan kejadian-kejadian sehingga seolah-olah sudah amat kritis. Benar kata bapak A.M. Fakhir, Dubes periode lalu, saat menghadapi evakuasi. Redaksinya kurang lebih begini;

“ Disaat-saat kritis seharusnya kita tetap tenang dan bersikap dewasa. Jangan malah panik sehingga menimbulkan masalah baru.”

Ya, sepertinya otak kita terlalu terforsir pada masalah sehingga kehilangan fokus pada solusi. Karena itu, adalah lebih baik bagi kita untuk mulai merubah hal-hal kecil seperti itu karena ternyata itulah penyebab mendasar atas stagnasi pergerakan kita.

Merubah pola pikir tak melulu soal teori rumit yang mengharuskan kajian ilmiah. Sebenanya simple, hanya diperlukan kerelaan kita untuk lebih sabar, sabar yang aktif. Sabar dalam menghadapi tekanan akibat masalah yang datang, sabar untuk bertahan dalam kesulitan, dan yang paling penting adalah sabar untuk terus berjuang mencari solusi dari masalah dan mengusahakannya.

0 komentar:

Posting Komentar