RSS
Semua orang hidup dalam tempurung, dan semua menganggap itulah alam semesta.

Rabu, 29 Februari 2012

Mari Menggunakan Facebook dengan Bijak

Jika pertanyaan berikut diajukan kepada anda apakah yang akan menjadi jawabannya: berapa lama waktu yang anda habiskan di dunia maya? Jika jawaban pertanyaan tersebut masih terlalu naïf dan normatif, mari menjawab pertanyaan selanjutnya: dari sekian lama tersebut, apa manfaat yang anda dapatkan dari dunia maya?

Jawabannya bervariasi berdasarkan subyektifitas masing-masing. Tidak bisa dipastikan angka-angkanya karena belum ada riset khusus mengenai obyek diatas, dalam konteks Masisir. Tapi sepertinya tidak ada yang memungkiri jika saya mengatakan bahwa kehidupan dunia maya sudah menjadi kebutuhan manusia modern. Terlebih lagi kita sebagai akademisi, seperti ada legitimasi khusus untuk berselancar di dunia cyber karena status kemahasiswaan kita. Konotasi dunia maya, oleh orang awam, sudah identik dengan intelektualitas. Tak jauh berbeda dengan opini yang terbangun untuk komputer dan mesin ketik di masa jayanya. Orang yang berkecimpung dengan alat-alat elektronik tersebut terkesan memiliki angka intelegensia yang lebih tinggi dari rata-rata. Kalau mau lebih hiperbolik, sepertinya kaum Mu’tazilahpun (jika ada saat ini) lebih memilih untuk mengakui eksistensi alam maya daripada mengakui adanya alam kubur.

Dunia maya memang sudah menjadi lahan baru bagi manusia modern. Tapi saya tidak akan berlarut-larut membahas (fe)nomena ini. Saya bukan ahli komputer sehingga kompetensinya mumpuni untuk berbicara panjang lebar. Saya hanya ingin menilik satu fenomena yang menurut saya pribadi menarik.

Berbicara tentang dunia maya, ada interpretasi unik mengenainya. Mungkin bukan di kalangan ekpert dan mereka yang memang berkecimpung dalam dunia ini. Di kalangan awam, dunia maya sudah memiliki interpretasi minor sebagai satu situs jejaring sosial bernama www.facebook.com.

Belum lama ini saya membaca postingan salah seorang kawan mengenai Facebook. Dijelaskan bahwa Facebook (menurutnya) adalah pengejewantahan teknologis dari budaya Yahudi. Wall dalam facebook diidentikkan dengan tembok ratapan di Yerussalem. Tempat mereka yang mengaku anak cucu Israel berkeluh kesah, mengadu, menangis, dan berdoa. Saya selalu apatis dengan hal-hal yang cenderung paranoid seperti ini. Saya lebih tertarik dengan fakta yang lebih penting dari itu.

Facebook menjadi begitu fenomenal belakangan. Dari data Socialbakers.com, pengguna Facebook di Indonesia mencapai angka 43.060.360 juta jiwa. Situs media sosial ini memang lebih sederhana dan fleksibel dari situs sejenis yang pernah ada. Dengan Facebook, kita bisa lebih mudah berhubungan dengan teman, mitra sejawat, kolega bisnis, atau mudahnya berhubungan dengan orang-orang dalam hidup kita. Sesuai slogan Facebook sendiri , Facebok helps you connect and share with the people in your life.
Walaupun hanya maya, tidak bisa dipungkiri bahwa Facebook mempunyai manfaat yang riil selain sekedar berhubungan dengan teman. Manfaat Facebook yang bersifat materi yaitu sebagai tempat jual beli dan promosi barang dengan cara instan dan efektif. Ada lagi manfaat yang bersifat intelektual yaitu sebagai media bertukar pikiran dan diskusi. Dahsyatnya, Facebook bisa digunakan untuk menghimpun suara beraspirasi terhadap suatu perkara. Jika anda memperhatikan perkembangan berita tanah air, tentu tahu dengan group dukungan untuk KPK dan Prita beberapa waktu yang lalu. Dalam kasus Arab Spring, peran Facebook juga tidak bisa dikesampingkan. Di Mesir sendiri, laman facebook “We Are Khaleed Said”- didedikasikan untuk remaja yang tewas di Alexandria karena kesewenangan aparat - punya andil sangat besar dalam penyebaran ide revolusi.
“Mungkin ini adalah revolusi dari hati nurani rakyat, tetapi internet berperan besar memfasilitasinya.” Kata Rasha Abdulla, Professor jusnalistik dan media masa American University Kairo dalam seminar bertajuk “Tweeting the revolution: how sosial media helped bring down a dictator” belum lama ini.

Menurut Abdulla, di dunia maya secara bertahap terbentuk jaringan komunikasi horizontal antar pengguna internet dan membuat mereka merasa memiliki kekuatan untuk menyuarakan aspirasinya. Demikianlah, Facebook sudah sedemikian besar berpengaruh dalam dunia nyata.

Tahun lalu saya bertemu dan sempat berbincang sebentar dengan seorang jurnalis Internasional. Dia pernah bekerja di BBC dan NPR dan beberapa media lain. Di Mesir dia membawa misi penelitian seputar kehidupan masyarakat muslim Indonesia di Mesir pasca revolusi. Mencuat pertanyaan di benak saya, apa pentingnya kehidupan muslim Indonesia pasca revolusi bagi LSM barat? Kemudian saya tersadar dengan fakta bahwa selama ini kita melihat banyak turis berpelancong tanpa tahu tujuan utamanya. Waktu itu saya berkesimpulan bahwa gerakan ini adalah spionase terselubung yang dilakukan barat. Berdasarkan pelajaran orientalis di masa lampau yang begitu pintarnya berkedok, kita selayaknya khawatir dengan fenomena ini.

Lantas apa hubungannya dengan dunia maya dan Facebook?

Sampai detik ini, suka atau tidak, barat menguasai dunia dari berbagai sisi kehidupan. Hegemoni itu selain merupakan konsekuensi logis dari kemajuan iptek mereka yang luar biasa, juga karena kontrol mereka terhadap media. Media berperan besar mengatur opini yang berlaku. Media di dunia modern sudah menjelma menjadi semacam agama baru, karena melakukan peran agama dalam menentukan baik buruk suatu perkara atau kejadian. Kedigdayaan media tersebut muncul akibat obyektifitas karena validnya data. Sebenarnya bukan tanpa subyektifitas, tetapi karena mereka benar-benar menguasai data yang diperlukan untuk mengajukan sebuah fakta.

Jika kita kritis, kita akan bertanya darimana semua data penting itu berasal. Selain dari reportase langsung, ada sumber-sumber sekunder (primer menurut saya). Data-data itu berasal dari penelitian-penelitian organisasi-orgasisasi kecil mengenai perkara sederhana. Seperti penelitian jurnalis yang saya temui tadi. Secara dzahir mungkin urgensinya minim karena hanya mengenai komunitas atau entitas kecil. Tapi hal-hal kecil tidaklah remeh jika berkenaan dengan data, karena itu berarti data yang diambil detail dan valid. Semakin banyak dan detail data, akan semakin kuat hukum general yang diambil. Dari data-data kecil itulah disimpulkan kesimpulan penting mengenai keadaan kita (muslimin). Dan dimanfaatkan untuk berbagai tindakan yang menguntungkan mereka.

Kaitannya dengan Facebook, secara tidak kita sadari kita mensuply data secara cuma-cuma kepada mereka. Di Facebook, tak jarang kita saling berbagi data penting dengan mitra kita. Dengan mengunggahnya maka secara otomatis data itu telah tersimpan di server. Selama ini mungkin tidak ada bukti penyalahgunaan data pengguna oleh pihak pengelola situs. Tapi, setidaknya dengan mengetahui ini kita menjadi lebih hati-hati dan bijak menggunakan Facebook.

Kita tidak perlu menjadi parno dengan semua ini, solusinya kembali kepada diri sendiri. Sebagai muslim sudah seharusnya kita hanya melakukan yang bermanfaat, min husni islami al mar’I tarkuhu ma laa ya’niihi.Kekhawatiran diatas bisa ditanggulangi jika kita menggunakan media secara bijak. Dengan update status yang baik-baik, sharing hal bermanfaat, uploading hal baik pula, maka mereka (siapapun) akan menemukan fakta bahwa dalam diri kita hanya ada kebaikan. Dan mereka tak akan bisa berbuat apapun yang merugikan kita selama diri kita dipenuhi kebaikan.

0 komentar:

Posting Komentar