RSS
Semua orang hidup dalam tempurung, dan semua menganggap itulah alam semesta.

Selasa, 07 Februari 2012

Persinggahan Mimpi

Mungkin aku belum mencapai titik kematangan seperti yang selalu aku impikan akan seorang aku. Prestasi akademisku tak selalu nomor satu, harus aku akui fakta bahwa selalu ada orang-orang yang lebih cerdas dariku. Intelektualitasku juga tak bisa terlalu aku andalkan, terlalu banyak momen dimana aku terlihat seperti orang bodoh. Beberapa targetkupun meleset dari yang seharusnya. Tak ada tanah bersalju eropa yang kunantikan dinginnya. Tanpa weekend ke menara Eiffel lalu berfoto ria disana, atau tidak juga melenggang bersama backpack untuk tidur di taman kota Madrid kala musim panas datang.

Sebenarnya duniaku sekarang adalah alam aneh di khayalan kanak-kanakku. Tak pernah terbersitpun di imajinasi masa kecilku akan berkutat dengan ayat-ayat Tuhan. Mempelajari kasus-kasus theologis serta hukum positif religi. Dahulu di otakku hal-hal seperti ini seperti ditakdirkan untuk lelaki-lelaki shalih bersorban macam pak Saliman. Walaupun aku pandai membaca Al- Qur’an dan tak pernah dapat nilai kurang dari 8 di pelajaran Agama waktu SD, tapi alam ide ku sudah lebih dulu familiar dengan Sir Isaac Newton, Albert Einstein, Thomas Alva Edison, serta yang paling gampang diingat adalah sang penemu telpon Alexander Graham Bell.

Dari kecil aku sudah sadar bahwa duniaku akan lebih luas dari rumah panggung kayu beratap seng. Dengan sumur timba di belakangnya yang airnya hanya dipakai untuk minum dan memasak jika musim kemarau tiba. Sementara untuk mandi, harus naik turun bukit menuju sungai. Aku tahu bahwa jalananku kelak bukan hanya jalanan koral bersiram aspal tipis yang akan membuat telapak kaki melepuh saat harus berlari. Bukan pula tanah lempung di kebun-kebun yang licin minta ampun jika hujan mengguyur. Kaki-kaki jenjangku akan menapak jalanan yang lebar, berlajur-lajur, penuh dengan kendaraan bermotor. Suatu saat yang dekat di masa depan. Aku sendiri tak tahu mengapa aku begitu imajinatoris dan merasa seolah-olah mimpi adalah esok hari saja, sangat dekat dan tinggal menunggu matahari terbit. Sepertinya baru kemarin aku menyusuri jalanan becek london dengan menggenakan topi koboy dan jas setinggi lutut, dan esok aku akan kesana lagi.



Tapi, sama sekali bukan menara-menara masjid Kairo yang berseliweran di otakku. Bukan teks teks berbahasa arab yang waktu itu nampak di terawangan persepsiku tentang buku-buku di meja belajarku. Dulu, aku mengkhayal diriku adalah professor fisika yang meneliti tumbuh kembang kosmos serta teori-teori astronomi. Bintang-bintang dan galaxy baru, atau meneliti besarnya gaya pada titik pusat black hole.

Dan ketika Tuhan menghantarkanku kesini, aku sadar bahwa inilah jalanku. Ini adalah persinggahan mimpiku. Aku harus melewati proses ini meskipun mimpi-mimpiku yang dulu belum pudar seutuhnya. Aku harus tetap menjadi seperti impianku, seorang professor fisika. Yang di alam nyata ternyata lebih hebat karena menguasai dalil dalil Qur’an dan sunnah. Memahami qodhoya-qodhoya Kalam yang membuat penelitian ilmiahku nanti punya orientasi suci, untuk mengesakan Allah.

Ternyata Allah memberikan kenyataan yang jauh lebih liar dari imajinasi kita. Dan sungguh Allah maha besar karena rahmatnya pula dia memuliakanku dengan menjadikanku sebagai seorang yang mutafaqqih fiddin. Karena bila Allah menginginkan kebaikan pada seseorang, maka Dia akan menjadikannya intelek dalam hal agama. Begitu kata hadist.

Maka kini, segala apapun yang ada pada diriku tak akan kusesali. Karena Tuhan punya rencana tak teraba tentang diri kita. Dan yang kita perlukan hanyalah mengikuti skenarionya, melakukan yang terbaik.

0 komentar:

Posting Komentar