RSS
Semua orang hidup dalam tempurung, dan semua menganggap itulah alam semesta.

Kamis, 27 Februari 2014

Bagaimana Kerut di Pipi Menaikkan Omzet

Jika Anda adalah orang yang tengah bergelut dalam niaga –terutama yang sedang memulai dagang- barangkali tulisan ini bisa memberi Anda ide bagaimana mengatrol omzet. Ini bukan pemaparan efisiensi modal atau semacamnya jadi bersiaplah kecewa bagi yang mengharapkan tips-tips teoretis finansial. Saya hanya akan bercerita bagaimana sikap berdagang membentuk citra bisnis lalu itu menjadi sangat determinan dalam menaikkan pemasukan.

Kemarin malam, teman sekamar saya mengeluh usai membeli sekilo pisang di tukang buah depan Masjid al-Azhar. Pisangnya sedikit keras namun akhirnya ludes karena sudah lama kami tidak makan pisang. Masalahnya adalah dia kesal dengan penjualnya yang bermental penjajah, sombong dan tak mau kompromi. Teman saya mengatakan ia diusir laki-laki tambun itu saat sedang menghitung kembalian.

“Sudah-sudah, pergi! Itu uangnya pas 45 le!” Ia mengulang kata-kata penjual buah itu. “Loh, saya kan cuma menghitung lagi, barangkali silap!” umpatnya sambil kemudian tertawa. Kami memang terbiasa menertawakan perihal muskil orang Mesir yang tak dapat dicerna nalar orang Timur kami.

“Wah, kalau beli buah memang jangan di sana. Penjualnya menyebalkan!” saya juga pernah punya pengalaman mengesalkan dengan pedagang buah satu itu. Dulu ia mengambil pisang, memotong bonggol, menimbang, memasukkan dalam kantong plastik tanpa gairah berdagang, tak berdiri sedikit pun –saya bersusah payah menceritakan prosesnya karena tak mau menyebut rentetan tindakan ini sebagai pelayanan-. Barangkali obesitas juga berperan dalam transaksi tidak manusiawi ini.

“Lebih baik beli di depannya, penjual yang kurus itu, yang lapaknya nempel pagar masjid” komentar saya, “setidaknya meski harganya sama, dia tahu bagaimana menyejukkan hati pembeli.”

Jika Anda belanja buah di sekitar al-Azhar, saya yakin Anda akan sangat memahami apa yang saya tulis. Penjual kurus itu memang ramah: menimbang buah pilihan Anda; melayani dengan sepenuh hati; sesekali mengajak ngobrol, dan yang paling penting adalah ini: mau menerima komplain. Ihwal terakhir inilah esensi dari ramah tamah dagang yang kerap diejewantahkan menjadi jargon marketing belakangan “tak puas, uang kembali.” Oh iya, ada satu yang lewat, kerut-kerut di pipi pak tua itu jadi nilai lebih karena jadi pigura senyuman manis.

Barusan teman sekamar saya membeli pisang lagi. Ia juga bertutur dengan senang bagaimana penjual kurus itu memuaskannya. “Saya bilang saya nggak mau buah yang ini, saya maunya yang itu. Dan dia tidak rewel.” Kami lalu sepakat dengan citra dua penjual buah depan masjid al-Azhar di atas.


Ini adalah tips bisnis yang perlu Anda perhatikan. Lihatlah bagaimana kerut-kerut di pipi dan sikap terhadap pembeli dapat menjadi trading marker, lalu menaikkan omzet. Ini penting karena barangkali di antara pembeli Anda ada yang sangat rempong dengan hal-ihwal detil macam ini –tapi saya yakin ada-, apalagi ada kemungkinan di antara orang-orang rempong itu ada yang hobi menulis lalu menyebarluaskannya pada teman-teman facebook-nya.

0 komentar:

Posting Komentar